Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Perekonomian India, yang digadang-gadang sebagai salah satu negara berprospek cerah, saat ini tengah menuju penurunan dalam.
Data yang dihimpun MoneyCNN menunjukkan, pertumbuhan ekonomi India selama enam bulan pertama 2017 anjlok dari 7% menjadi 5,7%. Ini merupakan pertumbuhan terlambat dalam tiga tahun terakhir. Sejumlah analis bahkan menilai, jalan yang harus ditempuh India sangat terjal.
"Kita tengah menuju penurunan spiral," jelas Mohan Guruswamy, head of the Center for Policy Alternatives di Delhi.
Perdana Menteri India Narendra Modi yang berhasil memenangkan pemilu di 2014, waktu itu berjanji untuk membawa ekonomi India ke masa kejayaan. Namun, banyak kebijakan reformasi yang belum berjalan. Selain itu, sejumlah perubahan kebijakan yang dilakukan malah memukul pertumbuhan ekonomi.
"Adalah benar bahwa terjadi perlambatan pertumbuhan, namun adalah benar juga bahwa pemerintah sangat berkomitmen dalam membalikkan tren yang ada. Fundamental kita kuat," papar Guruswamy.
India saat ini masih terhuyung-huyung dari dua guncangan yang terjadi dalam waktu 12 bulan, yakni pelarangan tiba-tiba penggunaan 86% uang tunai yang diberlakukan Modi pada November lalu dan perombakan sistem pajak yang bertujuan mengubah 29 negara bagian menjadi satu pasar tunggal.
"Larangan penggunaan dana tunai adalah pukulan besar, tepat ketika ekonomi mulai melihat titik inflasi tahun lalu dan penurunan tersebut mulai mereda," kata Guruswamy.
Di sisi lain, reformasi utama Modi yakni pajak barang dan jasa nasional yang diimplementasikan pada bulan Juli lalu, banyak menuai pujian karena dinilai sebagai langkah positif mempermudah bisnis dalam jangka panjang. Namun penerapannya menyebabkan gangguan besar.
"Kecemasan saya bahwa jika warga tidak memahami bagaimana melakukan sistem pajak, maka dia akan berhenti berbisnis dengan pihak lain. Kita sudah melihat hal ini, di mana beberapa perusahaan tidak memahami apa yang harus dilakukan," jelas Shailesh Kumar, South Asia analyst Eurasia Group.
Sementara itu, pemerintah India sudah memprediksi terjadinya perlambatan pertumbuhan. Namun sepertinya cukup terkejut dengan penurunannya yang tajam.
Lembaga keuangan terkemuka mencemaskan, perekonomian India akan membutuhkan sedikit usaha untuk mendapatkan kembali momentumnya dalam waktu dekat. Bank sentral India baru saja menurunkan perkiraan pertumbuhannya untuk tahun fiskal berjalan menjadi 6,7% dari sebelumnya 7,3%.
"Implementasi (reformasi pajak) tampaknya telah membuat prospek jangka pendek menjadi tidak pasti," jelas Gubernur Reserve Bank of India Urjit Patel kepada wartawan.
The State Bank of India, yang dimiliki pemerintah, malah lebih blak-blakan. "Perlambatan ekonomi yang terjadi tidak bersifat jangka pendek atau bahkan sementara," jelas State Bank of India dalam laporannya yang dirilis bulan lalu.
Saat ini, analis, para pimpinan perusahaan, dan bahkan anggota partai Modi sendiri mempertanyakan kebijakannya atas perekonomian. Tidak saja karena guncangan dari perubahan yang dilakukan, tapi juga terkait reformasi yang tidak juga terjadi.
"Berada dalam prioritas tertinggi adalah mendorong melalui peraturan kemudahan akuisisi lahan dan meliberalisasi pasar tenaga kerja. Namun belum ada indikasi yang jelas bahwa Perdana Menteri Modi benar-benar memiliki keyakinan untuk terus maju dengan reformasi yang diperlukan meski tidak populer," urai tim analis Capital Economics.
Selain itu, Modi juga mendapat tekanan besar dalam menyeimbangkan kapalnya. Tantangan terbesar adalah menciptakan lapangan kerja yang ia janjikan ke generasi muda.
Sekitar 12 juta warga India memasuki armada kerja setiap tahunnya, namun sulit mencari pekerjaan.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Centre for Monitoring Indian Economy, lebih dari 1,5 juta warga India kehilangan pekerjaan di paruh pertama 2017. Dan tingkat pengangguran India diprediksi akan terus meningkat.