Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - LONDON - Keputusan Meta Platforms untuk menghentikan program fact-checking di Amerika Serikat telah memicu kekhawatiran global.
Langkah ini, diumumkan oleh CEO Mark Zuckerberg, menggantikan peninjauan oleh organisasi media terpercaya dengan sistem berbasis pengguna bernama "community notes".
Namun, para pakar memperingatkan bahwa langkah ini dapat memperburuk penyebaran disinformasi, baik secara daring maupun di dunia nyata.
Baca Juga: Apa Dampak Bibit Siklon Tropis 91W dan 99W Saat Kemarau di Indonesia? Ini Kata BMKG
Sistem baru Meta, mirip dengan fitur yang diperkenalkan di X (sebelumnya Twitter), memungkinkan pengguna membuat dan mengevaluasi "community notes" untuk memeriksa keakuratan konten.
Catatan ini akan ditampilkan jika mendapat persetujuan dari pengguna dengan "berbagai perspektif" guna mencegah bias.
Namun, algoritma Meta tidak lagi mengurangi visibilitas konten yang dinilai tidak akurat, dan label fact-checking akan dibuat "kurang mengganggu."
Baca Juga: Donald Trump Klaim Menang Pilpres AS, Para Pemimpin Dunia Ucapkan Selamat
Sebelumnya, Meta bermitra dengan organisasi seperti Agence France Presse, USA Today, dan Reuters Fact Check untuk memverifikasi konten. Kini, keandalan sistem berbasis komunitas menjadi tanda tanya besar.
Kritik Fact-Checkers
Para pemeriksa fakta memperingatkan bahwa keputusan Meta mengancam upaya bertahun-tahun untuk melawan disinformasi. International Fact-Checking Network (IFCN) menyebut langkah ini dapat "membatalkan hampir satu dekade kemajuan."
Milijana Rogač, editor eksekutif Istinomer, sebuah outlet fact-checking Serbia, mengatakan bahwa penghentian program ini "menghambat akses ke informasi yang akurat."
Sementara itu, Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk, menegaskan bahwa pengaturan konten daring tidak sama dengan sensor.
Baca Juga: Wahana Gelar Sinkronisasi Program Kerja SMK Binaan2025,Persiapkan Vokasi Dunia Kerja
Organisasi seperti Electronic Frontier Foundation (EFF) mengakui potensi manfaat "community notes" tetapi menekankan bahwa pekerjaan oleh pakar tetap penting.
Keputusan ini hanya berlaku di AS, tetapi dampaknya bisa meluas secara internasional. Di banyak negara, terutama yang rentan terhadap disinformasi yang memicu ketidakstabilan politik, sistem baru ini dapat membawa risiko besar.
Di Eropa, Uni Eropa melalui Digital Services Act mengharuskan platform bekerja sama dengan peneliti dan pemeriksa fakta untuk mengurangi risiko disinformasi. Jika Meta menghapus program ini di Eropa, mereka harus menyerahkan penilaian risiko kepada Komisi UE.
Baca Juga: Menteri Ara Siapkan 4 Strategi untuk Realisasikan Program 3 Juta Rumah, Apa Saja?
Brasil juga menyatakan kekhawatiran besar atas langkah ini, dengan pemerintah mencermati dampaknya terhadap stabilitas sosial.
Penelitian menunjukkan bahwa "community notes" di X untuk topik seperti COVID-19 cenderung akurat dan menggunakan sumber kredibel. Namun, konsensus lebih sulit dicapai untuk isu-isu politik, dan dampaknya terhadap persepsi serta perilaku pengguna masih belum jelas.
Sementara itu, studi tradisional tentang fact-checking menunjukkan bahwa analisis yang disampaikan oleh pakar lebih efektif dalam mengoreksi misinformasi, bahkan jika audiens mendukung sumber misinformasi tersebut.
Tonton: Ini Reaksi dari Pemimpin Dunia atas Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza
Meta menghadapi dilema besar: mencari keseimbangan antara kebebasan berbicara dan tanggung jawab untuk memitigasi dampak disinformasi.
Keputusan ini tidak hanya akan memengaruhi pengguna di AS, tetapi juga memiliki konsekuensi besar bagi dunia, terutama di negara-negara dengan sistem hukum dan sosial yang rentan terhadap konten yang salah arah.
Dengan berbagai tekanan dari regulator dan komunitas global, apakah Meta akan mempertimbangkan kembali keputusan ini, atau justru menetapkan preseden baru bagi industri teknologi? Dunia kini sedang memperhatikan.