Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
BANGKOK. Setelah memberlakukan darurat militer, Selasa (20/5), militer Thailand membungkam media dalam negeri. Beberapa organisasi media termasuk televisi disambangi tentara untuk mengamankan pemberitaan.
Pimpinan militer Jendral Prayuth Chan-ocha memerintahkan sensor ketat pada seluduh media demi keamanan nasional. "Kami melarang seluruh media melaporkan, mendisitribusikan berita atau foto yang merugian keamanan nasional," tulis militer Thailand untuk seluruh media.
Lewat seluruh stasiun TV di negaranya, militer Thailand menyatakan, darurat militer ini bukan aksi kudeta. Masyarakat diminta tidak panik lantaran langkah ini dilakukan untuk mengamankan semua pihak.
Kehadiran militer membawa kekhawatiran akan aksi kudeta. Menurut catatan ABC Australia, militer Thailand mencoba atau melakukan kudeta 18 kali dalam 81 tahun terakhir.
"Darurat miiter ini untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas," kata Jurubicara militer Thailand, Kolonel Winthai Suvaari pada Reuters. Dia bilang, tindakan militer tidak berhubungan dengan pemerintah, dan pemerintahan berjalan normal.
Dia mengakui, telah menduduki beberapa stasiun televisi. "Kami perlu kerjasama dari mereka untuk menyatakan agar masyarakat tidak panik. Ini bukan kudeta," kata Suvaari.
Koresponden ABC untuk kawasan Asia Tenggara, Samantha Hawley melaporkan, tentara Thailand telah mengambil alih ibukota Bangkok.
Memutus konflik
Militer Thailand tidak membiarkan demonstran muncul ke jalanan. Sempat muncul protes dari Kaos merah atau tim pendukung pemerintahan keluarga diktator Shinawatra, namun mereka segera dikepung tentara. Penasihat keamanan Thailand mengatakan, militer hanya meminta demonstran untuk kembali ke rumah masing-masing.
Seorang kameramen Australia, Matt Jasper mengatakan pada News 24, kondisi di Thailand cukup tenang lantaran tentara bersiaga. Siaran televisi berlangsung seperti biasa, hanya saja selalu muncul pesan agar masyarakat menjaga perdamaian dan darurat militer bukan kudeta.
Konflik antara Kaos Merah dan anti-pemerintah dalam beberapa bulan terakhir telah menjatuhkan 28 korban jiwa dan menyebabkan ratusan orang terluka. Konflik semakin memanas setelah perdana menteri Yingluck Shinawatra berhasil digulingkan pada awal bulan ini, dan membangkitkan kemarahan Kaos Merah.
Komisi Pemilihan Umum Thailand pekan lalu mengumumkan menunda pemilu yang rencananya berlangsung Juli lantaran ketegangan semakin memuncak. Sebelumnya tiga orang anti-pemerintah atau Kaos Kuning meninggal dan setidaknya 23 orang terluka karena serangan granat di pusat Bangkok.
Sejatinya, militer Thailand sudah memberi sinyal sejak pekan lalu. Jenderal Chan-ocha sempat mengatakan, siap menerjunkan pasukan untuk mengatasi aksi kekerasan. "Jika ini terus berlangsung, militer akan datang untuk menjaga kedamaian dan ketertiban," kata Chan-Ocha.
Pemerintah yang kini dipimpin pelaksana tugas sementara Niwattumrong Boonsongpaisan mengatakan, tidak pernah meminta bantuan militer. Namun, pemerintahan tetap berjalan. "Semuanya normal kecuali militer bertanggung jawab atas isu keamanan nasional," kata penasihat keamanan untuk perdana menteri, Paradon Pattanatabut pada AFP.