Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - PARIS. Perkembangan negosiasi keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa membuat perusahaan global kalang kabut. Termasuk raksasa otomotif Toyota yang tercancam menutup pabriknya di negeri Ratu Elizabteth tersebut.
Potensi tersebut bisa terjadi bila perkembangan perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjurus ke arah Hard Brexit. Maklum, bila keputusan tersebut yang diambil maka pelaku industri di Inggris Raya akan benar-benar kehilangan berbagai fasilitas yang sebelumnya dalam pasar tunggal Uni Eropa.
Toyota Europe President Johan van Zyl menyebut kebijakan Hard Brexit berpotensi menghilangkan pendapatan Toyota Motor Corp sebesar 60 juta pounds atau setara US$ 78 juta setiap minggunya dari hasil produksi Toyota yang ada di Inggris.
Padahal, Toyota punya kapasitas produk yang besar di sana. Di mana mereka merakit enam ratus mobil per hari, dalam lima hari setiap minggunya. Di sisi lain, dari tiap mobil yang mereka buat, Toyota bisa menghasilkan pendapatan 20.000 pounds.
"Jika kondisi terganggung, akan menyebabkan kondisi yang memprihatinkan," katanya, dikutip Reuters di sela Paris Motor Show 2018, Selasa (2/10).
Bila Inggris Raya keluar dari Uni Eropa tanpa adanya perjajian perdagangan dengan negara lain di kawasan tersebut, akan menyebabkan gangguang logistik yang tidak kecil. Dus, hal in bisa berbuntut penghentian sementara dari dari pabrik Toyota yang ada di Burnaston, Inggris.
Van Zyl sendiri belum bisa memastikan potensi peghentian operasional tersebut bisa berlangsung berapa lama. Namun ia mengharapkan adanya perjanjian bebas tarif dengan negara Uni Eropa setalah aksi Brexit.
Padahal Toyota baru mengumumkan investasi sebesar 240 juta pounds di Burnaston pada tahun lalu. Fasilitas tersebut adalah satu-satunya pabrik yang membuat Auris hatchback dan wagon untuk pasar Eropa. Selain itu sekitar 87% dari 144.000 kendaraan yang mereka buat di tahun lalu diekspor ke pelanggan Uni Eropa, menurut juru bicara perusahaan. Sementara itu, fasilitas Toyota lainnya di Deeside, Wales, membuat mesin.
"Kami memiliki sedikit ruang untuk bernafas sebelum keputusan investasi besar berikutnya yang akan datang dalam tiga tahun ke depan, tetapi tidak banyak." lanjut van Zyl.
Pada hari sebelumnya, van Zyl mengatakan bahwa karena sifat dari kecepatan sistem produksi yang dimiliki Toyota, pabrik Burnaston hanya memiliki empat jam untuk memproduksi mobil. Sehingga membutuhkan komponen dalam jumlah banyak dengan rata-rata 50 truk membawa komponen dari Uni Eropa setiap hari.
Bila terjadi masalah logistik, tentunya akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung.
Produsen mobil dengan keuntungan terbesar di dunia ini menambah panjang daftar perusahaan global yang menyusun rencana darurat untuk menghadapi kemungkinan terburuk dari negosiasi Brexit. Bulan lalu produsen mobil Jerman, BMW AG mengatakan akan memajukan penghentian empat minggu untuk pemeliharaan rutin di pabrik yang berada Oxford.
Di tengah masih kelabunya potensi perkembangan pasca Brexit, van Zyl menyambut baik kemajuan pada perjanjian perdagangan dengan Amerika Utara.
Dalam sebuah wawancara terpisah dengan Bloomberg TV ia mengatakan bahwa kesepakatan antara AS, Meksiko dan Kanada membawa stabilitas di tengah meningkatnya gesekan perdagangan global.
“Kami berharap bahwa perjanjian ini membuka jalan bagi beberapa perjanjian lain untuk dicapai," ungkapnya.