Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat para pebisnis di AS ketar-ketir. Sebab, menurut salah satu koalisi perdagangan di AS, kenaikan tarif sebesar 74% sejak tahun lalu menambah biaya sebesar US$ 6 miliar untuk konsumen dan pebisnis Amerika Serikat.
Mengutip Reuters, Kamis (8/8), perang dagang AS-China kembali memanas pasca AS menuduh China memanipulator mata uang dan mengatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% terhadap barang-barang impor China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September.
Baca Juga: Donald Trump sentil The Fed: Suku bunga harus dipangkas lebih besar
Pada Rabu (7/8) Trump kembali mengulangi sikap kerasnya terhadap China dengan mengatakan tindakannya pada akhirnya akan menguntungkan ekonomi AS.
Koalisi perdagangan yang disebut Tarriffs Hurt the Heartand yang beranggotakan orang AS untuk koalisi perdagangan bebas dan petani untuk perdagangan bebas tidak setuju dengan posisi Trump.
Menurut mereka, kenaikan tarif 74% dari peruode yang sama tahun lalu adalah satu lompatan bulanan yang tertinggi yang pernah dicatat.
"Kami berada di titik pivot yang sangat berbahaya dengan strategi tarif," ujar David French, wakil presiden senior hubungan pemerintah National Retail Federation, seperti dikutip Reuters.
Koalisi perdagangan mengatakan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari biro sensus AS dan Departemen Pertanian, para pembayar pajak AS telah membayar lebih dari US$ 27 miliar dalam tarif impor tambahan dari awal perang dagang pada tahun 2018 hingga Juni 2019.
Baca Juga: Berkat perang dagang, Vietnam jadi pemasok komponen Samsung
Jo-Ann Stores, peritel seni dan kerajinan yang berbasis di Ohio terpukul oleh tarif yang dikenakan sejak September 2018. Menurutnya, ia dipaksa menaikkan harga dan melihat penurunan permintaan.
"Ini merupakan beban finansial yang terbesar," kata Chief Executive Officer Jo-Ann, Wade Miquelon.
"Tarif ini akan memangkas margin keuntungan kami dan memaksa kami untuk mengambil keputusan yang sangat sulit, termasuk mengurangi tenaga kerja dan penutupan toko lebih lanjut."