Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kebijakan bank sentral China memangkas suku bunga dasar kredit pada Juni lalu rupanya belum mampu mendongkrak penyaluran kredit baru. Pada bulan Juli, kredit baru di China justru mengalami penurunan ke level terendah dalam lebih dari 13 tahun terakhir.
Melansir laporan Reuters, Minggu (13/8), perbankan China hanya mencatatkan penyaluran kredit baru dalam yuan sebesar 345,9 miliar yuan atau setara US$ 47,80 miliar pada Juli 2023, merosot 89% dari Juni. Capaian ini juga menurun 49% secara tahunan. Angka tersebut merupakan level terendah sejak akhir 2009 dan jauh dari perkiraan analis.
Sebelumnya, analis yang disurvei Reuters memperkirakan pinjaman baru di Juli akan mencapai 800 miliar yuan, turun dari 3,05 triliun yuan pada Juni, setelah rekor pinjaman di paruh pertama saat bank sentral mencoba menopang konsumsi dan investasi yang tergagap.
Pinjaman di China biasanya memang cenderung turun kembali pada bulan Juli karena faktor musiman. Namun, analis menilai melemahnya data kredit di saat data ekonomi lainnya juga suram seperti terjadinya deflasi pada Juni, menunjukkan bahwa pemerintah China perlu mengambil langkah-langkah stimulus yang lebih kuat lagi.
Momemtum pemulihan ekonomi China telah tersendat dalam beberapa bulan terakhir meski pinjaman bank tercatat kuat pada paruh pertama 2023. Penyebabnya, karena perlemahan permintaan baik dari domestik maupun dari luar negeri.
Baca Juga: KPR Bermasalah di Amerika Turun di Kuartal II, Ini Penyebabnya
Secara total, oustanding kredit rumah tangga China, yang sebagian besar disumbang dari KPR, kontraksi 200,7 miliar yuan pada Juli, setelah bulan sebelumnya meningkat 963,9 miliar. Kontraksi ini disebabkan karena krisis utang di sektor properti semakin dalam.
Sementara kredit korporasi turun menjadi 237,8 miliar yuan pada Juli dari 2,28 triliun yuan pada Juni.
Dengan pertumbuhan outstanding kredit perbankan turun ke level terendah dalam tujuh bulan dan kredit baru turun ke rekor terendah, analis Capital Economics melihat langkah penurunan suku bunga kebijakan lebih lanjut yang akan diambil regulator dan lonjakan penerbitan obligasi pemerintah dalam beberapa bulan mendatang, kemungkinan tidak akan banyak mengangkat pertumbuhan kredit. "Kecuali ada peningkatan yang lebih luas dalam sentimen bisnis dan rumah tangga." tulis perusahaan dalam risetnya.
Para pemimpin tertinggi China berjanji pada akhir Juli untuk meningkatkan dukungan bagi ekonomi di tengah pemulihan pasca-Covid yang berliku-liku, diikuti oleh serangkaian janji serupa dari berbagai lembaga pemerintah.
Baca Juga: Redakan Ketegangan di Laut China Selatan, China Minta Filipina Bekerjasama
Pejabat bank sentral telah berjanji untuk menggunakan alat kebijakan seperti pemotongan rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk memastikan likuiditas yang cukup.
Bank sentral China memangkas suku bunga acuan kredit (LPR) satu tahun pada Juni sebesar 10 basis poin menjadi 3,55%, pengurangan pertama dalam 10 bulan.
Sejumlah analis memperkirakan akan pemotongan kecil lebih lanjut tahun ini, tetapi mengatakan dinilai kemungkinan tidak akan banyak membantu membalikkan kelesuan ekonomi dengan cepat selama konsumen dan perusahaan tetap tidak berminat untuk meminjam.
Luo Yunfeng, Ekonom Huajin Securities mengatakan, data pinjaman yang buruk mencerminkan permintaan pembiayaan yang lemah dari ekonomi riil. "Tidak baik memaksa perusahaan untuk meminjam uang ketika mereka tidak membutuhkannya," ujarnya.
Beberapa ekonom telah menandai risiko resesi neraca, karena rumah tangga China dan perusahaan swasta mengumpulkan tabungan dan mengurangi pinjaman dan pengeluaran setelah tiga tahun pembatasan Covid yang ketat.
Lebih banyak stimulus fiskal juga diharapkan, dengan pemerintah daerah – banyak di antaranya sudah terlilit hutang diberitahu untuk mempercepat penerbitan obligasi untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur.