kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PM Singapura curhat soal kecemasannya akan Korut


Jumat, 20 Oktober 2017 / 08:30 WIB
PM Singapura curhat soal kecemasannya akan Korut


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Agresi nuklir Pyongyang yang sedang berlangsung saat ini berpotensi mengakibatkan Korea Selatan dan Jepang menjadi tuan rumah senjata nuklir di wilayah mereka sendiri. Pemimpin Singapura mengingatkan, ini merupakan sebuah skenario yang memiliki konsekuensi negatif yang luas.

"Apa yang berbeda kali ini adalah bahwa Korea Utara memiliki lebih banyak senjata nuklir ... jadi risikonya lebih tinggi," kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada hari Kamis.

Sampai saat ini, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah melakukan enam kali uji coba nuklir di mana yang terbaru dan terbesar dilakukan pada 3 September lalu dengan memasukkan bom hidrogen dan menyebabkan gempa berkekuatan 6,3 skala richter. Di samping itu, Korut juga melakukan peluncuran rudal balistik. Itu terlepas dari upaya yang dilakukan oleh dunia internasional untuk membawa Korut ke meja perundingan.

Masih melansir CNBC, ketegangan yang baru-baru ini terjadi kian meningkat di tengah serangkaian perang kata-kata antara Presiden Donald Trump dan Kim, di mana perwakilan Duta Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Korut pada hari Senin mengatakan bahwa "perang nuklir dapat terjadi kapan saja." Pernyataan itu membuat Korea Selatan dan Jepang -yang dipandang sebagai target Kim paling memungkinkan- menimbang berbagai opsi keamanan, termasuk penempatan senjata nuklir taktis Amerika di kedua negara.

"Ini adalah pikiran yang tidak dapat dikesampingkan dan jika kenyataannya berjalan seperti itu, dan Korea Selatan dan Jepang akan menjadi negara berkekuatan nuklir atau benar-benar melewati ambang batas, ini berarti keseimbangan strategis dan keamanan yang berbeda di Asia Timur," kata Lee. pada hari Kamis.

"Tidak hanya skenario itu akan menghasilkan lebih banyak risiko dan ketegangan, China akan sangat khawatir. Saya tidak berpikir bahwa hal itu akan membuat dunia yang lebih aman, akan ada implikasi di tempat lain di dunia ini," jelasnya.

"Artinya, ketegangan saat ini tidak hanya berbahaya karena kemungkinan terjadinya serangan cepat, tetapi juga karena mereka dapat memperkenalkan "tren jangka panjang, yang dimulai di Asia Timur jika ada yang bertahan dalam arah ini," jelas pemimpin yang berusia 65 tahun ini.

Bulan lalu, Menteri Pertahanan Korea Selatan Song Young-moo dan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis membahas prospek kembalinya nuklir Amerika ke negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia itu. Washington menempatkan senjata nuklir di Korea Selatan pada 1958, namun menarik senjata itu lagi pada tahun 1991.

Mantan Menteri Pertahanan Jepang Shigeru Ishiba juga menyarankan untuk menempatkan persenjataan nuklir Amerika di wilayah Jepang bulan lalu. Kedua pemerintah, bagaimanapun, menolak gagasan tersebut.

Terkait Trump dan TPP

Lee dijadwalkan bertemu dengan Trump di Washington pada 23 Oktober. Ini merupakan pertemuan kedua antara kedua pemimpin tersebut. Selama kunjungannya, Lee mengatakan bahwa dia mengharapkan untuk menandatangani kesepakatan antara Singapore Airlines, yang mayoritas dimiliki oleh pemerintah, dan Boeing untuk membeli lebih banyak pesawat terbang. Dia menggambarkan hal ini sebagai "kesepakatan yang telah selesai dilakukan".

Perdana menteri Singapura juga membahas keluarnya Trump dari perjanjian Trans-Pacific Partnership, yang mencakup Singapura dan beberapa ekonomi Asia. Menurutnya, penarikan diri AS dari kesepakatan itu tidak akan merusak hubungan Amerika dengan kawasan regional.

"Itu tidak berarti bahwa perdagangan yang ada berhenti, itu tidak berarti bahwa arus investasi telah diabaikan," kata Lee.

Tidak seperti Tokyo, yang masih berharap agar Washington bisa kembali ke kesepakatan perdagangan bebas, Lee mengatakan bahwa dia tidak mengharapkan Gedung Putih berubah pikiran.

"Presiden telah membuat posisinya cukup jelas ... Saya pikir sebaiknya kita membiarkannya begitu, saya tidak berpikir ini saat yang tepat untuk memulai inisiatif baru secara multilateral dengan Amerika Serikat. Mungkin suatu saat nanti, waktunya akan tiba," jelas Lee.

Lee menambahkan, perkembangan mengenai kerangka kerja TPP baru tanpa AS kemungkinan dilakukan pada pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik pada November mendatang.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×