Sumber: Reuters | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - ANKARA. Presiden Iran Hassan Rouhani memutuskan untuk tetap bertahan di kesepakatan internasional, meskipun Presiden Donald Trump mencabut Amerika Serikat dari perjanjian 2015 tersebut.
"Jika kami mencapai tujuan dengan bekerja sama dengan anggota lainnya di kesepakatan ini, kesepakatan ini tetap ada. Dengan keluar dari perjanjian, AS merusak komitmen atas perjanjian internasional," kata Rouhani di televisi, pada Rabu (9/5).
Iran memerintahkan menteri luar negerinya untuk segera bernegosiasi lagi dengan negara-negara di Eropa dan China, juga Rusia dalam beberapa pekan ke depan.
Kesepakatan ini, yang betajuk Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) ditandatangani oleh Iran dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Rusia, China, Inggris, dan Prancis) dan juga Jerman.
Keputusan AS ini, menurut seorang petinggi Iran, bisa memicu konflik di AS dan menggoyang pemerintahan Rouhani yang selama ini terbuka kepada barat.
AS berencana menyusun kembali sanksi atas Iran dan membuka pintu negosiasi dari negara-negara aliansi. Sanksi tersebut diperkirakan lebih berat dan melibatkan sektor minyak dan transaksi perbankan Iran.
Rouhani yang selama ini berperang dengan tingkat pengangguran yang tinggi, mengatakan, keputusan AS tak akan berdampak pada ekonominya yang mengandalkan minyak. "Masyarakat Iran tak akan terpangaruh oleh serangan psikologis. Ekonomi kami akan tetap maju," kata Rouhani.
Sejak perjanjian itu ditandatangani 2015 lalu, Iran telah menghentikan 20% produksi uranium dan mengekang pengembangan nuklirnya, agar sanksi ekonomi dicabut. Sebagai gantinya, Iran tetap boleh mengekspor minyak, yang selama ini mengalir ke Eropa dan Asia. Dengan ekspor 2,6 juta barel per hari, Iran merupakan eksportir minyak ketiga terbesar di OPEC, setelah Arab Saudi dan Irak.