Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Peluang baru untuk memperbaiki hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) terbuka setelah Donald Trump menyatakan kemenangan dalam pemilihan presiden AS.
Hal ini disampaikan oleh Kirill Dmitriev, Kepala Dana Kekayaan Kedaulatan Rusia, pada hari Rabu.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 menyebabkan ketegangan terbesar antara Moskow dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba pada 1962.
Baca Juga: Donald Trump Klaim Kemenangan Pemilu AS, Begini Respons Elon Musk
Hubungan antara kedua negara, yang merupakan kekuatan nuklir terbesar di dunia, semakin memburuk hingga tingkat Perang Dingin, menurut para diplomat Rusia dan AS.
Dmitriev, tokoh senior dalam elit politik Rusia, menyatakan bahwa kemenangan tim Trump terjadi meskipun ada "kampanye disinformasi besar-besaran".
Ia menambahkan bahwa kemenangan Trump menunjukkan bahwa rakyat Amerika sudah lelah dengan kebijakan pemerintahan Biden yang dianggap penuh kebohongan dan ketidakmampuan.
"Ini membuka peluang baru untuk mengatur ulang hubungan Rusia-Amerika," ujar Dmitriev, yang rutin bertemu dan memberi nasihat kepada Presiden Vladimir Putin.
Baca Juga: Usai Memenangkan Pemilu, Trump Akan Deportasi 1 Juta Imigran Per Tahun
Trump, dari Partai Republik, mengklaim kemenangan setelah proyeksi Fox News menyebutkan ia mengalahkan Demokrat Kamala Harris, menandai kebangkitan politik yang mengejutkan setelah empat tahun meninggalkan Gedung Putih.
Pada 2009, Mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pernah mengusulkan pengaturan ulang hubungan dengan Rusia. Namun, upaya tersebut gagal ketika hubungan antara Presiden Putin dan Barack Obama memburuk, meskipun simbolisasi yang diberikan kala itu.
Trump, yang berusia 78 tahun, berulang kali berjanji akan mengakhiri perang di Ukraina jika terpilih, meskipun ia belum menjelaskan secara rinci caranya.
Sementara itu, Putin menyatakan kesiapannya untuk berdialog mengenai kemungkinan akhir perang, asalkan klaim teritorial Rusia diakui. Hal ini bertentangan dengan sikap kepemimpinan Ukraina yang menolak menyerah.
Pasukan Rusia kini menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina, termasuk Krimea, Donbas, serta sebagian besar Zaporizhzhia dan Kherson.
Baca Juga: Jalan Harris Menuju Kemenangan Semakin Sempit, Trump Unggul
Menjelang pemilu AS, para pejabat Rusia, termasuk Putin, menyatakan bahwa bagi Moskow, siapa yang menang di Gedung Putih tidak terlalu berpengaruh. Namun, media pemerintah yang dikendalikan Kremlin menunjukkan preferensi terhadap Trump.
Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, menyatakan bahwa kemenangan Trump mungkin akan membawa dampak buruk bagi Ukraina. Meski demikian, tidak jelas sejauh mana Trump akan memotong pendanaan AS untuk perang tersebut.
Medvedev menilai Trump, sebagai seorang pengusaha, cenderung enggan menghabiskan dana untuk aliansi atau organisasi internasional yang dianggap tidak menguntungkan.
Baca Juga: Donald Trump Manfaatkan Celah Hukum untuk Memilih Meski Berstatus Terpidana
"Pertanyaan utamanya adalah seberapa besar Trump akan dipaksa mendukung pembiayaan perang. Dia keras kepala, tapi sistemnya lebih kuat," kata Medvedev.