Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BeRLIN. Presiden Rusia Vladimir Putin melawan sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Salah satunya dengan melarang impor sejumlah produk-produk makanan. Larangan ini membuka peluang bagi ekonomi negara berkembang, seperti Brazil, untuk mengisi kekosongan tersebut yang bernilai US$ 9,5 miliar.
Menurut Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, pelarangan itu meliputi semua jenis keju, ikan, daging sapi, daging babi, sayur-sayuran, dan produk susu. Adanya pembatasan ini juga berlaku kepada negara-negara yang menyatakan dukungannya melawan Rusia, seperti Kanada, Australia, dan Norwegia.
Selain itu, lanjut Medvedev, Rusia juga akan memperkenalkan "kebijakan dukungan" untuk industri mobil, pengiriman, dan penerbangan.
"Keputusan untuk membalas sanksi ini bukan perkara mudah bagi kami. Namun, saya yakin, di bawah kondisi ini, kita bisa membalik situasi yang ada bagi keuntungan kami sendiri," jelas Medvedev.
Rusia mengimbau kepada sejumlah negara termasuk Argentina, Brazil, Iran, Israel, Moroko, Paraguay, Turki, Uruguay dan mantan negara bagian Soviet, agar tidak mendukung EU untuk meningkatkan ekspor pangan untuk menambal kekosongan. Capital Economics Ltd memprediksi, Rusia mengimpor produk makanan senilai US$ 25 miliar. Sekitar US$ 9,5 miliar berasal dari negara-negara yang saat ini terkena larangan impor.
Saat ini, isolasi terhadap Putin semakin meningkat seiring langkah Rusia yang mendukung gerakan pemberontak di Ukraina. Putin bahkan sudah mengirimlan 20.000 pasukannya ke daerah perbatasan Ukraina.