Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - LONDON. Ekonomi Turki tengah di ujung tanduk. Krisis mata uang lira Turki membuat negara ini diambang krisis ekonomi yang lebih besar. Tumpukan utang luar negeri yang tinggi, defisit perdagangan dan transaksi berjalan yang besar, inflasi melejit tinggi, bisa menimbulkan masalah besar bagi Turki.
Ditambah lagi, hubungan dengan Amerika Serikat (AS) yang makin renggang plus sanksi dari AS bisa membuat krisis Turki saat ini menjadi jauh lebih serius. Seberapa serius krisis mata uang Turki dan implikasinya? Berikut rangkumannya seperti dikutip dari The Guardian.
Seberapa serius krisis Turki?
Buruk dan semakin parah dari hari ke hari. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Turki hampir sejalan dengan China dan India. Tetapi sekarang ekonomi Turki menampilkan tanda-tanda kepanasan alias overheating. Terlihat dari defisit perdagangan yang besar, ledakan proyek konstruksi dan melonjaknya utang. Pasar keuangan juga ketakutan dengan inflasi Turki yang terus naik dan mencapai lebih dari 15%. Ini yang membuat mata uang lira Turki terus turun dan telah jatuh hingga sekitar 45% terhadap dollar AS sejak awal tahun ini.
Dua faktor tambahan memperburuk krisis Turki. Pertama, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menentang kenaikan suku bunga untuk mendinginkan ekonomi dan menstabilkan mata uang. Erdogan telah menggunakan kemenangannya dalm pemilu baru-baru ini untuk memaksakan campur tangan pada bank sentral negara itu.
Kedua, memburuknya hubungan Turki dengan Amerika Serikat (AS). Keputusan Turki menahan seorang pendeta asal AS Andrew Brunson atas tuduhan terorisme telah mendorong Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi dan menggandakan tarif impor baja dan aluminium dari Turki.
Apa implikasinya bagi ekonomi global?
Dampak langsung dari apa yang tampak seperti resesi ekonomi Turki ini akan relatif kecil. Sebab, meskipun negara dengan populasi 80 juta penduduk ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, Turki menyumbang hanya 1% dari produk domestik bruto (PDB) global. Negara-negara kawasan mata uang euro memiliki surplus perdagangan dengan Turki tetapi kecil.
Dalam dua krisis keuangan Turki sebelumnya, para eksportir Eropa mampu mengalihkan bisnis mereka ke pasar lain. Bank Sentral Eropa telah menyatakan kekhawatiran tentang potensi penularan krisis Turki melalui sistem perbankan di zona euro, dengan Spanyol dan Italia sebagai negara yang paling banyak terimbas.
Bahaya yang lebih besar dari krisis Turki adalah kalau menimbulkan efek domino ke ekonomi pasar negara berkembang lainnya. Dari kejatuhan indeks saham pada Senin (13/8), ada tanda-tanda bahwa negara-negara lain cukup rentan dengan serangan spekulatif.
Masalah Turki sangat akut karena korporasi Turki memiliki lebih dari US $ 300 miliar utang dalam denominasi dolar, yang semakin mahal untuk dibiayai dari hari ke hari. Sama halnya Turki, sejumlah negara berkembang seperti Meksiko dan Afrika Selatan, selama ini juga memanfaatkan tren suku bunga AS yang rendah pasca krisis keuangan tahun 2008 silam untuk mencari banyak pinjaman dalam dollar. Dan kini mata uang mereka berada di bawah tekanan. Kekhawatirannya adalah kalau ini menyebar menjadi krisis di pasar negara berkembang.
Apa implikasi geopolitiknya?
Sejak perang dunia kedua, Turki telah condong ke barat. Telah menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sejak tahun 1952. Pada tahun 1987 Turki mengajukan untuk bergabung dengan Uni Eropa meski sampai sekarang belum negosiasi soal ini masih belum membuahkan hasil.
Malah setelah Erdogan terpilih menjadi Presiden Turki, perundingan untuk brrganung dengan Uni Eropa telah ditangguhkan sebagai tanggapan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum. AS telah menyatakan keputusan Turki membeli rudal S-400 dari Rusia tidak sesuai dengan sistem pertahanan NATO. Erdogan juga dituding telah mendukung islamisasi Turki.
Kebuntuan hubungan diplomatik AS dengan Turki memicu kekhawatiran tentang pergeseran kebijakan luar negeri yang akan mengakibatkan Turki meninggalkan NATO, serta menjalin hubungan politik yang lebih kuat dengan Rusia, China dan Iran. Ini akan membuat tiga juta pengungsi Suriah yang tinggal di Turki berpindah ke Uni Eropa.
Jadi apa yang bisa dilakukan Pemerintah Turki?
Untuk saat ini, tanggapan pemerintah adalah berbicara keras tetapi tidak berbuat banyak. Erdogan telah menuduh AS menikam Turki dari belakang. Pemerintah Turki juga telah mengumumkan akan melakukan tindakan keras terhadap orang-orang di media sosial yang menyebarkan berita palsu tentang krisis Turki. Sementara bank sentral Turki telah mengurangi persyaratan pembiayaan untuk bank di Turki.
Tak satu pun dari kebijakan tersebut yang terlihat cukup untuk menangani skala krisis Turki. Terutama mengingat kekurangan mata uang asing dan cadangan emas Turki, yang sering digunakan oleh bank-bank sentral untuk melawan spekulan mata uang.
Erdogan bersikeras bahwa Turki tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip ekonomi pasar terbuka. Tetapi satu opsi bagi Pemerintah Turki adalah mencoba menerapkan kontrol modal sebagai cara untuk mengurangi tekanan atas lira. Ini mungkin menyediakan ruang bernafas tetapi barangkali hanya sementara, mengingat Turki adalah megara denahn ekonomi terbuka dan memiliki kebutuhan mata uang asing yang besar.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Sejarah krisis di negara berkembang menunjukkan bahwa hanya ada satu kemungkinan pemenang. Seperti juga dalam pertempuran antara Turki dengan spekulan mata uang. Dalam situasi saat ini, hanya dua hal yang akan menghentikan aksi jual yang membuat lira tertekan. Yakni kenaikan suku bunga yang cukup besar (di atas 17%), atau pengumuman paket darurat dukungan keuangan alias bailout dari Dana Moneter Internasional (IMF). Atau jika krisis Turki berlanjut memburuk, dua pilihan itu bisa diambil bersamaan.
Membebaskan pendeta Brunson dari tahanan juga akan membantu mengurangi tekanan dari AS. Semua ini memang akan menjadi hal yang memalukan bagi Erdogan. Tetapi tidak banyak pilihan yang mudah tersedia. Masalahnya bukan apakah Turki sedang menuju resesi ekonomi, tetapi seberapa dalam resesi ekonomi Turki akan terjadi.
Dus, kita lihat saja bagaimana langkah Turki mengatasi krisis ini.
Sumber: The Guardian