Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan energi global Shell Plc memangkas proyeksi produksi untuk divisi gas terintegrasi dan produksi gas alam cair (LNG) pada kuartal kedua 2025.
Dalam pembaruan kinerja kuartalan yang dirilis pada Senin (16/6), Shell juga mengisyaratkan hasil perdagangan yang lebih lemah dibandingkan kuartal sebelumnya.
Proyeksi Produksi LNG dan Gas Terintegrasi Turun
Untuk divisi gas terintegrasi, Shell kini memperkirakan produksi akan berada pada kisaran 900.000 hingga 940.000 barrel setara minyak per hari (boed). Angka ini sedikit disesuaikan dari panduan sebelumnya yang diberikan dalam laporan kuartal pertama, yakni 890.000 hingga 950.000 boed.
Baca Juga: Welcome Back Chevron! Perusahaan AS itu Bakal Akuisisi Blok Migas di Kalimantan
Produksi LNG diperkirakan akan mencapai 6,4 juta hingga 6,8 juta metrik ton, turun tipis dari rentang sebelumnya yakni 6,3 juta hingga 6,9 juta ton. Meski koreksi ini tergolong moderat, Shell tidak memberikan penjelasan rinci mengenai alasan penyesuaian ini. Seorang juru bicara Shell menolak memberikan komentar saat dimintai keterangan lebih lanjut.
Perusahaan yang dikenal sebagai pedagang LNG terbesar di dunia ini juga memperkirakan hasil perdagangan gas terintegrasi akan "jauh lebih rendah" dibandingkan kuartal pertama.
Target Pertumbuhan Jangka Menengah Tetap Optimistis
Meskipun terjadi pelemahan jangka pendek, Shell tetap mempertahankan target pertumbuhan jangka menengahnya, yakni:
-
Pertumbuhan penjualan LNG sebesar 4% hingga 5% per tahun dalam lima tahun ke depan.
-
Pertumbuhan produksi tahunan sebesar 1%.
Langkah ini menegaskan komitmen Shell terhadap transisi energi global dan peran strategis LNG dalam pasokan energi bersih.
Divisi Hulu dan Pemasaran Tunjukkan Performa Lebih Stabil
Sementara itu, Shell menaikkan batas bawah panduan output untuk divisi hulu yang berfokus pada minyak menjadi 1,66 juta hingga 1,76 juta boed, dari panduan sebelumnya 1,56 juta hingga 1,76 juta boed. Namun, divisi ini diperkirakan akan mencatatkan kerugian sekitar US$200 juta akibat penghapusan biaya eksplorasi.
Baca Juga: Produksi Minyak OPEC Naik di Juni Dipimpin oleh Arab Saudi dan UEA
Di divisi pemasaran, laba disesuaikan diperkirakan akan lebih tinggi pada kuartal kedua dibanding kuartal pertama, meski volume penjualan diproyeksikan sedikit lebih rendah, yakni 2,6 juta hingga 3 juta barrel per hari (bpd), turun dari proyeksi sebelumnya 2,6 juta hingga 3,1 juta bpd.
Bisnis Kimia Mengalami Kerugian
Shell juga memperkirakan akan mencatat kerugian dalam bisnis kimia, terutama karena gangguan produksi yang tidak direncanakan di pabrik Monaca, Amerika Serikat. Aktivitas perdagangan dalam divisi kimia dan produk juga mengalami penurunan signifikan, dan secara keseluruhan divisi ini diperkirakan tidak akan mencapai titik impas pada kuartal ini.
Shell dijadwalkan akan merilis laporan keuangan lengkap kuartal kedua pada 31 Juli 2025. Para analis dan investor akan menantikan rincian lebih lanjut, terutama terkait strategi Shell menghadapi tantangan produksi dan fluktuasi pasar energi global.