kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.204   62,76   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   11,08   1,01%
  • LQ45 878   11,31   1,31%
  • ISSI 221   1,16   0,53%
  • IDX30 449   6,13   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,20   0,97%
  • IDX80 127   1,37   1,09%
  • IDXV30 135   0,73   0,54%
  • IDXQ30 149   1,60   1,08%

Siapakah Pavel Durov? CEO Aplikasi Telegram yang Ditangkap di Bandara Bourget Prancis


Senin, 26 Agustus 2024 / 11:24 WIB
Siapakah Pavel Durov? CEO Aplikasi Telegram yang Ditangkap di Bandara Bourget Prancis
ILUSTRASI. Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, ditangkap di Bandara Bourget Prancis pada 25 Agustus 2024.. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, ditangkap di Bandara Bourget Prancis pada 25 Agustus 2024.

Penangkapan ini mengundang perhatian internasional dan memicu diskusi mengenai kebijakan privasi dan keamanan di platform komunikasi digital. 

Profil Pavel Durov

Pavel Durov, lahir di Rusia pada tahun 1984, adalah seorang pengusaha teknologi yang dikenal sebagai pendiri dan CEO Telegram.

Durov meraih ketenaran awal sebagai pendiri VKontakte, platform media sosial yang sangat populer di Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet. Namun, pada tahun 2014, Durov meninggalkan Rusia setelah menolak untuk memenuhi tuntutan pemerintah Rusia yang meminta penutupan komunitas oposisi di VKontakte.

Durov memindahkan pusat operasional Telegram ke Dubai pada tahun 2017 dan menjadi warga negara Prancis pada Agustus 2021. Selain itu, ia juga memiliki kewarganegaraan di St. Kitts dan Nevis, sebuah negara kepulauan di Karibia.

Keputusan untuk pindah dan memperoleh kewarganegaraan baru ini mencerminkan upayanya untuk melindungi independensi perusahaannya dari tekanan politik.

Baca Juga: Telegram Menghadapi Risiko Penutupan atau Pembatasan Akses di Beberapa Negara

Kepopuleran dan Fungsi Telegram

Telegram, yang didirikan pada tahun 2013, merupakan platform pesan yang dikenal dengan fitur keamanan dan privasinya. Platform ini telah berkembang pesat dan bersaing dengan aplikasi pesan lain seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat. Telegram bertujuan untuk melampaui satu miliar pengguna aktif bulanan dalam waktu dekat.

Di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet, Telegram memainkan peran penting sebagai sumber informasi, terutama dalam konteks konflik seperti perang di Ukraina. Aplikasi ini dianggap sebagai "medan perang virtual" di mana informasi dan propaganda disebarluaskan oleh berbagai pihak yang terlibat.

Kontroversi dan Tindakan Hukum

Sejak 2018, Telegram menghadapi tindakan blokade dari Rusia setelah menolak perintah pengadilan untuk memberikan akses kepada layanan keamanan negara Rusia terhadap pesan terenkripsi penggunanya. Meskipun tindakan ini tidak berdampak signifikan pada ketersediaan Telegram di Rusia, hal tersebut memicu protes massal di Moskow dan kritik dari organisasi non-pemerintah.

Belakangan ini, Telegram juga menghadapi pengawasan ketat di Eropa, termasuk Prancis, terkait dengan masalah keamanan dan pelanggaran data. Pada bulan Mei, regulator teknologi Uni Eropa menghubungi Telegram menjelang penerapan peraturan konten online yang lebih ketat di bawah undang-undang baru UE.

Baca Juga: Elon Musk Bela CEO Telegram Pavel Durov Pasca Penangkapan di Prancis

Kronologi Penangkapan

Pavel Durov ditangkap di Bandara Bourget di Paris pada malam hari tanggal 25 Agustus 2024. Penangkapan ini diduga berkaitan dengan penyelidikan yang menyoroti kekurangan moderator di Telegram, yang dianggap memungkinkan kegiatan kriminal di platform tersebut.

Meskipun Telegram belum memberikan komentar resmi mengenai penangkapan ini, dan kementerian dalam negeri serta polisi Prancis juga belum mengeluarkan pernyataan, dampak dari peristiwa ini sudah mulai dirasakan di kancah internasional.

Reaksi Internasional dan Tindakan Rusia

Penangkapan Durov memicu protes di berbagai belahan dunia, termasuk aksi unjuk rasa di dekat kedutaan besar Prancis di Moskow dengan slogan "Kebebasan untuk Pavel Durov."

Sementara itu, Rusia, yang sebelumnya telah mencoba melarang Telegram, menyatakan sedang mengambil langkah-langkah untuk "menjelaskan" situasi Durov.

Tindakan ini dapat dilihat sebagai upaya Rusia untuk memperkuat posisi politiknya terhadap Telegram dan mempersempit ruang gerak platform komunikasi yang bebas.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×