Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
Siemens-Bombardier Berniat Kolaborasi
Mona
BERLIN. Siemens Corp, perusahan teknologi asal Jerman dikabarkan akan menggabungkan usaha (merger) dengan Bombardier di bisnis kereta api. Merger unit bisnis transportasi ini diharapkan dapat melawan China Railway Construction Corp (CRRC), sebuah perusahaan konstruksi dan transportasi asal China yang kini menjadi pemimpin pasar bisnis kereta api di dunia.
Sumber Reuters membisikkan, rencana tersebut sedang dalam pembahasan. Perusahaan joint venture di bidang kereta api ini diprediksi mampu menghasilkan penjualan senilai US$ 16 miliar per tahun. Meski jumlah tersebut hanya separuh, dari total penjualan CRRC, namun perusahaan kolaborasi itu sudah dapat mengungguli perusahaan kereta api serta kapal asal Prancis, Alstom.
Analis berpendapat, kolaborasi Siemens dan Bombardier, akan menyingkirkan Alstom. Konsolidasi perusahaan kereta api telah menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir, dalam upaya mengendalikan biaya operasional.
Selain itu, dominasi China juga sulit ditandingi. "Ini seperti bisnis padat modal. Jika Anda dapat bermitra dengan perusahaan yang berskala lebih besar, maka kesempatan global akan lebih banyak tersedia," ujar Bryden Teich, Manajer Portofolio Aveneu seperti dikutip Reuters, Rabu (12/4).
Sayang, manajemen Siemens dan Bombardier menolak berkomentar terkait rencana tersebut. Begitu juga pemegang saham Bombardier, yakni dana pensiun Kanada, Caisse de depot et yang memiliki 30% saham. Perwakilan serikat pekerja di Kanada dan Jerman mengaku belum tahu ada rencana merger.
Terganjal aturan antitrust
Kabar merger langsung melambungkan harga saham Siemens mencapai rekor baru di harga 129,80 per saham. Demikian juga dengan saham Bombardier yang harganya meningkat 6,7% menjadi C$ 2,37 per saham.
Meski mendapat sambutan positif pasar, namun merger belum tentu berjalan mulus. Analis menyebut, kesepakatan kedua perusahaan akan terganjal aturan antitrust alias persaingan tidak sehat di Eropa. Selain itu, kendala datang dari dalam negeri, saat Jerman akan menyelenggarakan pemilihan umum pada musim gugur mendatang.
Analis transportasi asal Kanada yang menolak diidentifikasi jati dirinya mengatakan, Bombardier tak mungkin menjual sahamnya secara langsung ke Siemens. Sebab, keluarga pendiri Bombardier ingin tetap mengontrol divisi dalam perusahaan.
Siemens dan Bombardier diperkirakan meraih laba operasional gabungan US$ 1,28 miliar pada tahun 2016. Sedangkan nilai aset perusahaan berkisar antara US$ 14 miliar-US$ 27 miliar.
Bombardier yang memiliki utang sekitar US$ 9 miliar, telah membuka kerjasama pada bisnis kereta api. Perusahaan ini sedang menghadapi persoalan biaya tinggi serta penurunan penghasilan yang sampai akhir tahun 2016 tercatat turun 10%.