kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Terlahir miskin, kini mengalahkan Trump dan Oprah


Rabu, 03 Juli 2013 / 13:14 WIB
Terlahir miskin, kini mengalahkan Trump dan Oprah
ILUSTRASI. Promo Alfamart Serba Gratis Periode 16-31 Januari 2022


Sumber: CNN |

BEIJING. Zhang Xin dibesarkan dalam kemiskinan dan pada usia 14 tahun, ia menjadi buruh di sebuah pabrik. Namun hari ini, wanita asal China tersebut lebih kaya dari Donald Trump, Steven Spielberg bahkan Oprah Winfrey.

Zhang yang merupakan pengembang real estate di China adalah wanita terkaya di dunia urutan ketujuh berdasarkan data Forbes. Hartanya mencapai US$ 3,6 miliar atau lebih tajir US$ 800 juta dari Oprah Winfrey, salah satu wanita kaya, berpengaruh di dunia.

Zhang tak sekadar sebagai cermin kekayaan atas negaranya, namun ia juga berhasil membawa masuk unsur perkotaan modern di negara itu dengan logo perusahaannya, SOHO China. Logo ini bisa ditemukan di hampir sebagian besar bangunan di Beijing.

SOHO China memegang 18 pembangunan di Beijing, seluruhnya adalah proyek besar dan di antaranya bangunan landmark. Baru-baru ini, proyek tersebut diperluas hingga Shanghai. Di sana, setidaknya sudah ada 11 blok properti yang dibangun Shang maupun diakuisisi.

Zhang, yang kini berusia 47 tahun lahir di Beijing sebelum Revolusi Kebudayaan Mao Zedong, ketika orang-orang berpendidikan seperti orangtuanya dikirim ke lapangan untuk "pendidikan ulang". Dia kembali ke Beijing dengan ibunya, hidup miskin dan menderita.

"Saya dilahirkan di kota itu saat kondisinya masih tenang. Tidak ada mobil, tak ada toko, tak ada lampu, tak ada mesin, orang-orang hanya bersepeda," kenangnya.

Menabung demi sekolah

Pada usia 14 tahun, dia dan ibunya pindah ke Hong Kong. Selama lima tahun di Hong Kong, ia bekerja di pabrik mainan, pakaian, elektronik dan berjuang menyisihkan bayarannya yang tak seberapa untuk mengenyam pendidikan di Inggris.

"Sebagai imigran baru di Hong Kong tanpa pendidikan, tak ada latar belakang budaya setempat bahkan tidak bisa berbicara bahasa lokal atau dialek Kanton, sangat sulit hidup di tempat itu," tutur Zhang.

Butuh waktu lima tahun baginya untuk menabung dan membeli tiket pesawat ke London dan kursus bahasa Inggris. Kerja kerasnya berbuah, ia memenangkan beasiswa di sebuah universitas dan gelar master dari Cambridge University dan mendapatkan pekerjaan pertamanya di Goldman Sachs New York.

Alih-alih mempertahankan kehidupannya yang nyaman di Wall Street, Zhang memilih pulang ke Beijing. Saat itu ia bertemu dengan suaminya dan bersama-sama membangung SOHO China.

"Ada kegembiraan mengenai bagaimana orang-orang berbicara untuk mengubah China, dan itulah waktu yang sangat intelektual dan memacu semangat," ujarnya. "Saya merasa, negara ini membuat transisi dan saya terlibat di dalamnya," dia menambahkan.

Zhang dan suaminya Pan Shiyi melahirkan SOHO China pada tahun 1995. Dan kini, perusahaan itu tumbuh sebagai pengembang real estate komersial terbesar di China dan memiliki 56 juta kaki persegi properti di Beijing dan Shanghai.

"Saya pikir, wanita pada generasi saat ini berhasil melalui revolusi kebudayaan, berhasil keluar dari kesulitan, datang entah dari mana dan tiba-tiba melihat kesempatan yang luar biasa di China. Jadi perempuan sebenarnya hanya mengambil kesempatan," paparnya.

Ketat pada keuangan anak

Di media sosial serupa Twitter yakni Weibo, ia memiliki 5 juta pengikut. Di sini, ia kerap berbagi pandangan tentang bisnis dan arsitektur.

Meskipun mengalami kesuksesan finansial yang luar biasa, Zhang yang mempraktekkan agama Baha'i menghindari kekayaan berlebihan. Bahkan ia menyarankan anak laki-lakinya yang berusia 14 tahum untuk mencari pekerjaan di McDonald ataupun KFC.

"Dia mencoba, namun tak diterima karena terlalu muda. Tak mudah menjadi anak saya karena profil orang tua yang sangat tinggi. Tapi kami berusaha keras memberikan kehidupan yang normal," ujarnya.

"Saya sangat, sangat ketat terhadap mereka soal keuangan. Aku tak memberikan uang sampai mereka meminta: 'Saya perlu uang 100 yuan untuk kartu makan siang saya' dan sebagainya," lanjut Zhang.

Sudah dipastikan, anaknya tak memiliki uang ekstra. Tapi ia tetap berpikir, hal itu tak bisa dibandingkan dengan kehidupan masa lalunya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×