Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Kelompok aktivis hak asasi manusia Thailand menyebut sebanyak tiga aktivis negara tersebut yang dituduh telah menghina monarki dilaporkan menghilang. Laporan ini muncul hanya beberapa bulan setelah dua kritikus asal Thailand ditemukan tewas.
Dilansir dari Reuters, Aliansi Thailand untuk Hak Asasi Manusia menuduh ketiga aktivis tersebut tewas dalam tahanan. Namun hal tersebut dibantah oleh Wakil Perdana Menteri Thailand, Prawit Wongsuwan.
Sebelumnya tiga orang aktivis yakni Chucheep Chiwasut, Siam Theerawut dan Kritsana Thapthai dilaporkan telah diserahkan kepada pihak berwenang Thailand setelah ditangkap di Vietnam pada 8 Mei lalu,
Laporan ini pun memicu kecaman dari berbagai pihak “Dugaan tersebut harus direspons oleh peringatan dari komunitas internasional,” kata Direktur Human Rights Watch Asia, Brad Adams.
Amnesty International yang berbasis di London mengatakan Chucheep telah lama menghadapi tuduhan lese majeste, atau menghina monarki. Siam dan Kritsana juga sedang dalam penyelidikan polisi untuk tuduhan yang sama.
Pasal 112 KUHP Thailand mengatakan siapa pun yang menghina raja, ratu, pewaris atau pemerintah daerah menghadapi ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Wakil Perdana Menteri Prawit membantah laporan yang menyebut bahwa ketiga aktivis telah dikembalikan ke Thailand oleh otoritas Vietnam. “Vietnam belum mengoordinasikan soal pemindahan. Kami belum menerima permintaan apa pun. Jika ada, hal tersebut akan melalui Kementerian Luar Negeri dan polisi," kata Prawit kepada wartawan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh militer yang berkuasa menerapkan hukum lese majeste yang lebih luas sejak kudeta militer 2014 sebagai cara untuk membungkam kritik.
Pada bulan Januari, tubuh dua kritikus yang Chatcharn Buppawan dan Kraidej Luelert ditemukan di sepanjang perbatasan Sungai Mekong dengan Laos. Kondisi kedua jenazah sangat memprihatinkan karena tubuh mereka diisi dengan beton.