Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Di tengah volatilitas saham AS yang tinggi akibat dampak data terbaru China dan AS yang keluar akhir pekan ini, imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun masih tetap berada di bawah 3%.
Awal pekan ini, Indeks saham MSCI di seluruh dunia ditutup turun 0,21% dan imbal hasil US Treasury turun, dengan benchmark 10 tahun turun 4,7 basis poin menjadi 2,886% setelah mencapai 3,2% seminggu yang lalu.
Penurunan tersebut ditambah dengan bayang-bayang data-data China yang terpuruk serta penurunan tajam dalam manufaktur New York menjadi sinyal awal dari dampak rencana Fed untuk memperketat kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi yang meningkat pesat.
"Hal terpenting yang terjadi di pasar saat ini adalah fakta bahwa imbal hasil 10-tahun telah bertahan di bawah 3%," kata Tom Hayes, ketua dan anggota pengelola Great Hill Capital LLC dikutip dari Reuters, Selasa (17/5).
Baca Juga: Meneropong Prospek Pasar Saham dan Obligasi Pasca Tekanan Kenaikan Suku Bunga The Fed
Sementara itu, Hayes juga bilang, lima pejabat Fed yang dijadwalkan untuk berbicara pada Selasa (17/5) bakal menjadi kunci untuk mempertimbangkan kejatuhan pasar baru-baru ini.
Mantan Kepala Eksekutif Goldman Lloyd Blankfein mengatakan bahwa dia yakin ekonomi AS berisiko mengalami resesi karena The Fed terus menaikkan suku bunga untuk mengatasi kenaikan inflasi.
Goldman Sachs telah menaikkan perkiraan pertumbuhan laba per saham 2022 menjadi 8% dari lebih dari 5%, tetapi memangkas target akhir tahun untuk S&P 500 menjadi 4.300 dari 4.700 karena suku bunga dan kekhawatiran pertumbuhan.
Dolar turun sedikit setelah mencapai puncaknya dalam 20 tahun pekan lalu. Indeks dolar turun 0,316%, dengan euro naik 0,18% pada $ 1,0431 dan yen Jepang 0,09% lebih kuat pada 129,07 per dolar.
“Dolar kemungkinan akan menguat karena prospek ekonomi makro, yang fundamentalnya tidak terlihat bagus,” kata Bipan Rai, kepala Strategi FX Amerika Utara di CIBC Capital Markets.
Tetapi, ia menambahkan bahwa dolar sedang berkonsolidasi setelah menguat baru-baru ini dan bisa melihat lebih banyak sesi perdagangan yang terikat kisaran.
Eropa memiliki masalahnya sendiri, terutama dengan adanya ancaman dari Putin terhadap rencana Finlandia dan Swedia untuk bergabung dengan NATO. Euro mendekati level terendah sejak 2017.
Baca Juga: Harga Emas Spot Stabil, Penurunan Dolar Mengimbangi Kuatnya imbal Hasil US Treasury
Pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa Francois Villeroy de Galhau mengatakan kelemahan euro dapat mengancam upaya bank sentral untuk mengarahkan inflasi menuju targetnya.
Imbal hasil obligasi pemerintah Eropa naik, dengan imbal hasil 10 tahun Jerman turun 0,9 basis poin menjadi 0,943% - di bawah level tertinggi delapan tahun di 1,19% yang dicapai Senin lalu.
ECB kemungkinan akan memutuskan pada pertemuan berikutnya untuk mengakhiri program stimulus pada bulan Juli dan menaikkan suku bunga segera setelah itu.
Di sisi lain, Emas naik sedikit karena penurunan imbal hasil Treasury mengimbangi hambatan dari dolar yang relatif kuat yang, bersama dengan prospek kenaikan suku bunga, telah mendorong emas ke level terendah lebih dari tiga setengah bulan.
Minyak pun naik ketika Uni Eropa melangkah lebih dekat ke larangan impor minyak mentah Rusia dan para pedagang melihat tanda-tanda bahwa pandemi Covid-19 surut di daerah-daerah yang paling terpukul di China, menunjukkan pemulihan permintaan yang signifikan sedang dalam pengerjaan.
Minyak mentah berjangka AS naik US$ 3,71 menjadi US$ 114,20 per barel, sementara Brent naik US$ 2,69 menjadi menetap di US$ 114,24 per barel.