Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyarankan individu agar tidak mencampur dan mencocokkan vaksin Covid-19 dari berbagai produsen. WHO mengatakan, keputusan seperti itu harus diserahkan kepada otoritas kesehatan masyarakat.
"Ini sedikit tren yang berbahaya di sini," kata Soumya Swaminathan dalam briefing online pada hari Senin setelah pertanyaan tentang suntikan booster. "Hal ini akan menyebabkan situasi kacau di negara-negara jika warga mulai memutuskan kapan dan siapa yang akan mengambil dosis kedua, ketiga dan keempat."
Swaminathan menyebut pencampuran sebagai "zona bebas data" tetapi kemudian mengklarifikasi pernyataannya dalam tweet semalam.
"Individu tidak boleh memutuskan sendiri, lembaga kesehatan masyarakat dapat, berdasarkan data yang tersedia. Data dari studi campuran dan kecocokan vaksin yang berbeda sedang ditunggu - imunogenisitas dan keamanan keduanya perlu dievaluasi," katanya dalam tweet seperti yang dikutip Reuters.
Kelompok Ahli Penasihat Strategis WHO tentang vaksin mengatakan pada bulan Juni bahwa vaksin Pfizer Inc dapat digunakan sebagai dosis kedua setelah dosis awal AstraZeneca, jika yang terakhir tidak tersedia.
Baca Juga: Ragu dengan vaksin China, Thailand bakal campur vaksin Sinovac dengan AstraZeneca
Uji klinis yang dipimpin oleh Universitas Oxford di Inggris saat ini tengah menyelidiki pencampuran rejimen vaksin AstraZeneca dan Pfizer. Uji coba baru-baru ini diperluas untuk mencakup vaksin Moderna Inc dan Novovax Inc.
Sebelumnya diberitakan, Thailand akan menggunakan vaksin Covid-19 AstraZeneca Plc sebagai dosis kedua bagi mereka yang menerima suntikan Sinovac sebagai dosis pertama. Langkah ini diambil Thailand dalam upaya meningkatkan perlindungan.
Baca Juga: Rumahsakit penuh, Thailand izinkan isolasi mandiri bagi pasien COVID-19 gejala ringan
Melansir Reuters, langkah ini merupakan campuran vaksi pertama di dunia yang diumumkan secara publik dari vaksin China dan vaksin yang dikembangkan Barat. Alasannya, studi pendahuluan baru di Thailand menimbulkan keraguan tentang perlindungan jangka panjang dari dua dosis Sinovacvaccine.
"Ini untuk meningkatkan perlindungan terhadap varian Delta dan membangun kekebalan tingkat tinggi terhadap penyakit ini," kata Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul kepada wartawan.
Dia menambahkan bahwa dosis kedua AstraZeneca akan diberikan tiga atau empat minggu setelah suntikan pertama Sinovac.