kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ramalan korban kenaikan suku bunga the Fed


Selasa, 25 November 2014 / 11:14 WIB
Ramalan korban kenaikan suku bunga the Fed
ILUSTRASI. Petugas teller memperlihatkan mata uang rupiah pecahan Rp 100 ribu di salah satu bank di Tangerang Sealtan, Rabu (18/11). /pho KONTAN/Carolus Agus waluyo/18/11/2020.


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

NEW YORK. HSBC mengingatkan, China, Malaysia, Hong Kong, masuk ke dalam daftar negara yang dicemaskan investor jika suku bunga the Federal Reserve dinaikkan pada 2015 mendatang.

Dalam hasil risetnya pada Jumat lalu, senior analyst HSBC Frederic Neumann menulis, surplus neraca perdagangan di ketiga negara tersebut anjlok secara cepat dalam kurun waktu 2008 hingga 2013 jika dibandingkan rekan-rekan mereka di Asia.

"Melorotnya surplus neraca perdagangan memberikan sinyal kerentanan, seperti halnya defisit yang semakin menipis menunjukkan ketahanan suatu negara. Singkatnya, jangan hanya melihat posisi neraca perdagangan, tapi juga melihat arah pergerakannya," jelas Neumann.

Seperti yang diketahui, emerging market mengalami volatilitas yang cukup tinggi pada 2013 saat the Fed memunculkan ide pemangkasan nilai program stimulus mereka. Pada waktu itu, India dan Indonesia terpukul paling keras di mana pasar saham dan mata uang kedua negara ini tergerus dalam. Penyebabnya tak lain defisit neraca perdagangan yang membengkak.

Menurut Neumann, adanya perubahan terhadap neraca perdagangan suatu negara dalam rangkan perubahan dalam simpanan atau investasi merupakan pertanda kerentanan suatu ekonomi.

"Jika tingkat simpanan sebuah negara turun, khususnya yang berhubungan dengan investasi, ada kemungkinan terjadi penggunaan modal tidak pada tempatnya sehingga terjadi inefisiensi," jelasnya.

Menurut catatan HSBC, lagi-lagi China, Hong Kong, dan Malaysia menunjukkan sisi yang mengkhawatirkan di mana tingkat simpanan nasional mereka antara tahun 2008 dan 2013 menunjukkan penurunan.

Fokus data terakhir

Namun, Tim Condon, head of reserach ING Financial Markets tak sependapat. Menurutnya, selama suatu negara mampu mempertahankan surplus saat suku bunga the Fed dinaikkan, maka pasar saham mereka akan baik-baik saja. Dia menegaskan, saat ini, investor cukup fokus pada data terakhir suatu negara, bukan tren jangka panjang.

Condon juga menjelaskan, China membukukan kenaikan surplus yang cukup besar tahun ini yang dapat melindungi pasar finansial dari kenaikan suku bunga the Fed. Pada kuartal III lalu, surplus neraca perdagangan Being naik menjadi US$ 81,5 miliar.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Condon, Indonesia masih tetap rentan terhadap kebijakan tapering the Fed. "Namun, defisit neraca perdagangan mulai berkurang sehingga Indonesia sudah lebih siap ketimbang 2013 lalu. Namun, bukan tidak mungkin kenaikan Fed rate akan ikut berdampak ke Indonesia," jelas Condon.  




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×