kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,09   7,74   0.83%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga bahaya tersembunyi ekonomi dunia


Jumat, 03 Juli 2015 / 15:58 WIB
Tiga bahaya tersembunyi ekonomi dunia


Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

NEW YORK. Sebagian besar negara di dunia saat ini tengah berupaya keras untuk mengatasi krisis finansial. Saat ini, setelah delapan tahun mengalami krisis, kondisi perlahan-lahan mulai membaik.

Namun, kondisi ini belum lah aman sepenuhnya. Ada sejumlah bahaya yang dapat dengan mudah muncul kembali ke permukaan dan bisa menimbulkan kemunduran baru.

Badan Moneter Internasional (IMF) mengatakan, pertumbuhan ekonomi hanya akan tumbuh moderat di hampir seluruh negara dan kawasan.

Proses pemulihan ekonomi dari krisis finansial dan Great Recession 2008-2009 masih terus berlangsung. Bahkan, sejumlah negara berhasil mencapai proses pemulihan yang cukup baik. Amerika Serikat, salah satunya. Sementara, zona Eropa menjadi kawasan dengan ekonomi terburuk.

Di luar semua itu, ekonomi global masih sangat rentan. Sebab, masih ada sejumlah bahaya yang mengancam proses pemulihan ekonomi dunia. Apa saja?

1. Yunani

Topik hangat yang tidak habis-habisnya dibahas adalah krisis Yunani. Perkembangan terakhir menunjukkan, zona Eopa berupaya menghindari turbulansi melemahnya mata uang yang bisa disebabkan oleh Yunani.

Meski begitu, ada risiko yang berpotensi muncul. Pandangan umum di antara pemerintah zona Eropa dan investor saat ini adalah keluarnya Yunani dari Eropa akan berdampak buruk bagi ekonomi Yunani dan pasar finansial. Namun mereka meyakini, krisis Yunani yang berpotensi menjangkiti negara lain di kawasan itu, dapat dibendung.

Pasar finansial di zona Eropa memang sempat terguncang pada awal pekan ini. Namun, berhasil tenang kembali. Yang dikhawatirkan adalah pasar obligasi yang dapat menjangkiti pasar finansial negara lain.

Memang ada prediksi isu penularan krisis bisa terjadi di Eropa. Misalnya saja dengan tingginya biaya pinjaman di Spanyol, Italia, dan Portugal. Sementara, biaya pinjaman di Jerman cukup rendah. Namun, itu hanya masalah kecil saja. Sejauh ini, negara-negara tetangga Yunani memiliki biaya pinjaman di pasar obligasi yang cukup terjangkau.

Sementara itu, pemerintahan Amerika terlihat sudah cukup lelah dengan perkembangan zona Eropa. Menteri Keuangan AS Jack Lew sudah berulangkali menekan pimpinan Eropa untuk mencapai kesepakatan agar Yunani masih tetap menjadi anggota Eropa.

2. Suku bunga acuan AS

Salah satu faktor yang mampu mengguncang pasar finansial dalam setahun terakhir adalah tingkat suku bunga AS. Target suku bunga AS masih mendekati nol (di kisaran nol hingga 0,25%). Suku bunga tersebut masih tetap berada di kisaran tersebut sejak Desember 2008 seiring terjadinya resesi.

Diprediksi, the Fed akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini. Perekonomian mulai pulih dan tingkat pengangguran sudah turun jauh dari posisi tertingginya. Tentu saja, tingkat inflasi masih sangat rendah dan pasar tenaga kerja belum pulih sepenuhnya. Itu artinya, the Fed tidak buru-buru menaikkan suku bunga lagi setelah melakukannya untuk kali pertama.

Kecemasan utama dari kebijakan ini adalah potensi dampaknya terhadap pasar finansial, khususnya emerging market. Suku bunga AS yang tinggi akan mendorong investor untuk menarik kembali dananya dari emerging ke AS.

Jika hal itu terjadi, hal itu bisa menyebabkan turunnya harga aset dan melemahnya mata uang di suatu negara.

Dampak lainnya adalah meroketnya tingkat inflasi. Sebab, pelemahan mata uang mendongkrak harga barang-barang impor.

3. Perlambatan ekonomi China

Pertumbuhan ekonomi China sudah melambat. Data tahun lalu menunjukkan, pertumbuhan ekonomi China adalah 7,4%. Dan tahun ini, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan kurang dari 7%.

Ada kecemasan, perlambatan ekonomi China akan terlalu tajam, atau biasa disebut hard landing.

Pasar properti dan pasar saham berpotensi menghadapi masalah terbesar. IMF mengingatkan pada April lalu bahwa penurunan harga properti -khususnya di China- dapat menjangkiti pasar emerging market lainnya.

Perlambatan ekonomi China yang lebih dalam dapat berdampak pada suplier dan komoditas, mulai dari tembaga di Chili hingga bijih besi di Australia.




TERBARU

[X]
×