kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Venezuela mengecam totalitarianisme Facebook atas pembekuan halaman presiden Maduro


Senin, 29 Maret 2021 / 09:54 WIB
Venezuela mengecam totalitarianisme Facebook atas pembekuan halaman presiden Maduro
ILUSTRASI. Presiden Venezuela Nicolas Maduro . REUTERS/Manaure Quintero


Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Venezuela telah mengecam Facebook setelah raksasa media sosial itu membekukan halaman Presiden Nicolas Maduro atas kesalahan informasi COVID-19. Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, kementerian informasi negara itu menuduh Facebook mengejar "konten yang diarahkan untuk memerangi pandemi".

Sehari sebelumnya, Facebook mengonfirmasi telah membekukan halaman Maduro selama 30 hari setelah dia melanggar kebijakan platform seputar penyebaran informasi yang salah terkait COVID-19.

Tanpa bukti medis apa pun, Maduro menyebut Carvativir, larutan oral yang berasal dari thyme, sebagai zat "ajaib" yang katanya dapat melawan virus corona baru. "Kami menyaksikan totaliterisme digital yang dilakukan oleh perusahaan supranasional yang ingin memaksakan hukum mereka di negara-negara di dunia," kata kementerian itu.

Sebelumnya, juru bicara Facebook mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa mengikuti panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia, yang mengatakan saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan virus". "Karena pelanggaran berulang terhadap aturan kami, kami juga membekukan halaman selama 30 hari, selama itu akan menjadi mode hanya-baca," kata juru bicara itu.

Baca Juga: Venezuela siap bayar vaksin Covid-19 dengan minyak

Seorang juru bicara perusahaan juga mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa sebuah video telah dihapus dari halaman Maduro "karena melanggar kebijakan kami terhadap informasi yang salah tentang COVID-19 yang kemungkinan akan membahayakan orang".

Venezuela telah melaporkan setidaknya 155.600 kasus COVID-19 dan lebih dari 1.500 kematian sejak pandemi dimulai, menurut data Universitas Johns Hopkins. Negara ini telah mengalami lonjakan infeksi baru-baru ini.

Terlepas dari peningkatan infeksi, pemerintah mengatakan bulan ini bahwa mereka tidak akan menerima vaksin AstraZeneca yang dikirimkan melalui skema COVAX WHO untuk negara-negara berpenghasilan rendah, dengan alasan kekhawatiran akan kemungkinan efek samping.

Selanjutnya: AS kembali perbolehkan pemohonan visa dari 13 negara mayoritas Muslim dan Afrika




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×