Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Dessy Rosalina
SINGAPURA. Pamor ekonomi Asia, khususnya Asia Timur kembali mendapat tantangan. Kali ini, faktor likuiditas disebut-sebut menjadi batu sandungan bagi prospek cerah ekonomi Asia Timur di masa mendatang. Ramalan likuditas seret di Asia Timur dilontarkan Asian Development Bank (ADB). Kamus ADB, negara yang masuk dalam daftar Asia Timur adalah China, Hong Kong, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina.
ADB menilai, risiko perlambatan ekonomi berpotensi menghadang karena kegagalan negara-negara di Asia Timur memanfaatkan pasokan likuiditas murah. Selama beberapa tahun terakhir, Asia Timur hanya membelanjakan sedikit dana untuk pembangunan infrastruktur.
Catatan ADB, di tahun 2011, Thailand hanya mengalokasikan bujet sebesar 1,5% dari total produk domestik bruto (PDB) untuk belanja infrastruktur. Di periode yang sama, Filipina hanya 1,6%. Selanjutnya, bujet infrastruktur Malaysia, Singapuradan Korea Selatan masing-masing hanya sebesar 2,3% dari PDB. Sementara Hong Kong menyediakan bujet 4,7% dari PDB.
Nah, masalah menjadi runyam karena likuiditas untuk pembangunan infrastruktur Asia Timur bakal seret di masa mendatang. Proyeksi ADB, Asia Timur membutuhkan bujet infrastruktur U$ 8 triliun hingga tahun 2020. Dana itu diperlukan Asia Timur untuk membangun sistem transportasi, komunikasi, energi dan lain-lain. Di sisi lain, likuiditas yang seret bakal menyulitkan Asia Timur untuk membangun infrastruktur. Prediksi ADB, biang keladi likuiditas seret adalah kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat (AS).
Likuiditas seret
Iwan Azis, Kepala Ekonom ADB menilai, kemajuan infrastruktur menjadi modal utama bagi roda ekonomi Asia Timur. "Saat ini pesta dana murah sehingga fundamental negara tidak terlalu dilihat. Tapi ketika likuiditas seret, infrastruktur dibutuhkan untuk menarik minat investor," ujar dia, mengutip Bloomberg, kemarin.
Faktor lain yang turut menyumbang perlambatan ekonomi Asia Timur adalah kenaikan biaya dana. ADB menilai, andai bank sentral AS (The Fed) resmi menyetop stimulus di tahun 2014, likuiditas global kering. Hal ini memicu kenaikan biaya dana. Selanjutnya, pengetatan likuiditas akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Ini pun memicu keluarnya dana asing.
Jika outflow terus terjadi, kebijakan suku bunga tinggi bakal diterapkan untuk menghindari pelemahan mata uang. ADB meneropong, ini justru memperburuk keadaan. Ekspansi Asia Timur terhambat bunga tinggi. Catatan saja, ADB memangkas pertumbuhan Asia, termasuk India, di tahun 2013 menjadi 6,3% dari sebelumnya 6,6%.