Sumber: Bloomberg | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JOHANNESBURG. Afrika Selatan menginjakkan kakinya ke periode resesi. Produk Domestik Bruto (PDB)-nya turun 0,7% pada kuartal kedua 2018, menandakan kelesuan ekonomi untuk dua kuartal berturut-turut dalam setahun.
Pada kuartal pertama lalu, Afrika Selatan yang ditopang sektor industri ini mencatat kontraksi ekonomi sebesar 2,6%.
Lemahnya produksi pertanian dan lesunya konsumsi rumah tangga menjadi penjegal laju ekonomi Afrika Selatan. Ini merupakan resesi pertama Afsel setelah tahun 2009 lalu.
Optimisme Presiden Cyril Ramaphosa juga tertahan dengan nilai tukar rand yang terus terpuruk.
Reformasi struktural yang dia terapkan sejak memimpin Afsel Desember lalu tak cukup cepat menjaga kurs rand, sementara pasar masih digempur sentimen negatif dari perang dagang dan tercorengnya pamor emerging market dari kondisi Turki dan Argentina.
"Ini menunjukkan, ekonomi Afsel tetap dalam keadaan lesu dan sangat membutuhkan kepastian kebijakan dan reformasi struktural untuk membawa kita ke jalur pertumbuhan," kata Elize Kruger, seorang ekonom di Paarl, Afrika Selatan NKC Ekonomi Afrika dikutip Bloomberg.
Beberapa indikator ekonomi Afsel kuartal II misalnya, pertanian turun tertajam yaitu sampai 29,2% dalam setahun. Sedangkan Industri pertambangan masih ekspansi 4,9% dibanding kuartal sebelumnya. Industri manufaktur menciut 0,3%, dan perdagangan berkontraksi 1,9%.
Rand pada hari ini sempat terjun 3,2% ke level 15,29 per dollar AS, dan menjadi mata uang dengan pelemahan terbesar terhadap The Greenback di antara negara emerging. Kurs hari ini bisa menjadi yang terlemah sejak Juni 2016.
Sementara itu, credit-default swaps untuk surat utang bertenor 5 tahunnya melompat 28 basis poin ke 259, dan menjadi yang tertinggi di antara jajaran negara emerging, tapi masih di bawah Argentina, Turki, dan Brasil.
Sedangkan yield obligasi pemerintah acuan yang jatuh tempor 2026 menanjak 23 basis poin menjadi 9,23%, tertinggi sejak Desember 2017.