Sumber: Kompas.com | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Rusia mulai memblokir aplikasi pesan instan Telegram pada April 2018 setelah menolak menyerahkan kunci enkripsi yang bisa digunakan untuk mengakses data penggunanya.
Dua tahun setelahnya, pada pekan ini, Rusia memutuskan untuk putar haluan dan mencabut pemblokiran Telegram.
Otoritas komunikasi Rusia, Roskomnadzor, menyebutkan bahwa alasannya adalah karena Telegram sudah mau kooperatif dalam upaya memerangi terorisme dan ekstremisme di platform chatting miliknya.
Baca Juga: Putin diduga jadi otak pembunuhan pemimpin Chechnya di Jerman
"Roskomnadzor membatalkan tuntutan untuk membatasi akses Telegram, sesuai dengan persetujuan yang diserahkan ke kantor kejaksaan Rusia," kata seorang juru bicara Roskomnadzor dalam sebuah pernyataan.
Telegram memang dikenal kerap dipakai oleh organisasi teroris untuk berkomunikasi dan menyebar propaganda karena mekanisme perlindungannya terhadap privasi pengguna.
Hal ini bertentangan dengan undang-undang anti-terorisme di Rusia yang mengharuskan penyedia layanan pesan instan untuk menyerahkan kunci enkripsi ke pihak otoritas.
Pada 2018, pendiri telegram Pavel Durov berkata bahwa "privasi bukanlah sesuatu untuk dijual dan hak asasi manusia seharusnya tidak dikorbankan karena rasa takut atau keserakahan".
Blokir tidak efektif Pemerintah Rusia melancarkan blokir terhadap Telegram dengan melancarkan blokir terhadap alamat IP penyedia layanan pesan instan tersebut.
Namun, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Verge, Jumat (19/6) pemblokiran ternyata ini tidak berjalan efektif karena Telegram tetap marak digunakan dan bahkan semakin berkembang di Rusia. Implementasi blokir pun berantakan.
Para penyedia layanan internet (ISP) di Rusia dilaporkan sempat memblok 15,8 juta alamat IP di platform cloud Amazon dan Google yang digunakan sebagai jalur trafik oleh Telegram untk menghindari blokir.
Baca Juga: Pentagon: Ada 2 negara yang jadi ancaman besar bagi AS terkait senjata ruang angkasa
Namun, karena hal ini tidak hanya memblokir trafik Telegram secara spesifik, aneka layanan lain yang menggunakan platform cloud Google dan Amazon pun ikut terganggu, termasuk jasa ritel dan online banking di seantero Rusia.
Rusia juga memblokir layanan VPN dan internet anonymizer yang sekiranya bisa digunakan untuk mengakses Telegram. Tapi warga Rusia tetap bisa mengakali dengan mencari cara lain. Awal bulan ini, Durov, sang pendiri Telegram, meminta pemerintah Rusia mencabut blokir agar para warga bisa mengakses layanan yang memiliki 400 juta pengguna bulanan itu dengan "lebih nyaman".
Durov mengklaim bahwa Telegram kini telah meningkatkan kemampuannya untuk mendeteksi dan menghapus konten berbau ekstrimisme. (Conney Stephanie)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rusia Cabut Blokir Aplikasi Telegram Setelah 2 Tahun".