Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Sempat mereda selama pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, kini angka perdagangan manusia secara global kembali meningkat. Konflik dan beragam krisis global menjadi pemicunya.
Laporan terbaru dari United Nations Office on Drugs and Crime's (UNODC) tentang "Global Report on Trafficking in Persons" menunjukkan, jumlah korban korban perdagangan manusia pada tahun 2022 di seluruh dunia meningkat hingga 25% di atas tingkat sebelum pandemi tahun 2019.
Jumlah total korban pada tahun 2022 adalah 69.627.
Baca Juga: Hizbullah Kucurkan Dana Hingga US$77 Juta untuk Bantu Korban Perang Lebanon
Tahun 2022 adalah tahun terakhir data UNODC tersedia secara luas. Sementara itu, penurunan tajam pada tahun 2020 sebagian besar telah menghilang pada tahun berikutnya.
Laporan itu menjelaskan bahwa para pelaku kejahatan semakin banyak memperdagangkan orang untuk dijadikan pekerja paksa.
Di tempat tujuan, korban perdagangan manusia kerap dipekerjakan sebagai agen penipuan daring dan penipuan siber yang canggih. Korban perempuan dan anak-anak bahkan menghadapi risiko eksploitasi seksual dan kekerasan berbasis gender.
Data menunjukkan, anak-anak menyumbang 38% dari korban yang terdeteksi hingga 2022, naik dari 35% pada angka tahun 2020 yang menjadi dasar laporan sebelumnya.
Baca Juga: PBB Ungkap Fakta Baru, Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Utara Terblokir Selama 2 Bulan
Sementara itu, wanita dewasa tetap menjadi kelompok korban terbesar, mewakili 39% kasus, diikuti oleh pria sebesar 23%, anak perempuan sebesar 22%, dan anak laki-laki sebesar 16%.
UNODC menemukan bahwa alasan paling umum sejauh ini bagi perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan adalah eksploitasi seksual sebesar 60% atau lebih. Sementara di kalangan laki-laki dan anak laki-laki adalah kerja paksa.
Wilayah asal yang menyumbang jumlah korban terbesar adalah Afrika sub-Sahara dengan 26%. Peningkatan terbesar dalam kasus yang terdeteksi terjadi di Afrika sub-Sahara, Amerika Utara, dan kawasan Eropa barat dan selatan.
Tonton: Perang Ukraina dan Timur Tengah Menggerogoti Persediaan Pertahanan Udara AS