Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
Bola Piala Dunia sebelumnya tak banyak memiliki perbedaan dengan bola biasa. Namun, sejak tahun 2006, bola resmi Piala Dunia selalu berganti, mulai dari Teamgeist pada tahun 2006, Jabulani pada tahun 2010, dan terakhir Brazuca untuk tahun ini.
Jabulani sebagai bola resmi Piala Dunia banyak dikritik. Bola yang tersusun atas 8 panel tersebut terlalu ringan dan halus sehingga mudah bergerak tak terkendali. Gaya fisika yang bekerja pada bola mengalahkan kepiawaian pemain dalam menendang dan mengarahkan.
Guna menjawab masalah yang muncul pada Jabulani itulah, Brazuca akhirnya dibuat. Bola enam panel yang juga diproduki oleh Adidas itu diklaim mampu menjawab masalah pada Jabulani? Apa benar dan sudah terbukti secara ilmiah? Apa saja sih kelebihan Brazuca?
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji Brazuca. Riset pertama dilakukan oleh Sungchan Hong, peneliti dari University of Tsukuba. Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal Scientific Report pada 29 Mei 2014.
Hong menggunakan robot penendang dan tunnel untuk menguji Brazuca. Pertanyaan utama dalam riset itu adalah apakah konstruksi bola memang memengaruhi gerakan bola dan kecenderungan untuk bergerak tak terkendali.
Diberitakan National Geographic, 29 Mei 2014, riset mengungkap bahwa konstruksi bola memang memengaruhi. Jabulani cenderung bergerak tak terkendali karena permukaan halusnya. Brazuca lebih bisa dikendalikan karena permukaan yang lebih kasar dan desain panel.
Terkait permukaan yang lebih kasar, itu disebabkan karena Brazuca punya "jerawat-jerawat" kecil. Ini berguna untuk mengompensasi lebih sedikitnya jumlah panel yang bisa berdampak pada lebih halusnya permukaan bola.
Menurut penelitian Simon Choppin dari Centre for Sports Engineering Research di Sheffield Hallam University, permukaan Brazuca yang lebih kasar juga disebabkan oleh lebih dalam dan lebih panjangnya jahitan pada bola.
"Kami mengukur, kedalaman jahitan Jabulani adalah sekitar 0,48 mm sementara Brazuca punya kedalaman jatuhan 1,56 mm, tiga kali lipat lebih dalam," jelas Choppin seperti dikutip BBC, 14 Mei 2014.
Choppin menambahkan, "total panjang jahitan Jabulani adalah sekitar 203 cm sementara pada Brazuca 327 cm. Bukan hanya jahitan pada Brazuca lebih dalam, tetapi juga lebih panjang." Choppin yakin, jahitan pada bola ini akan berdampak cukup signifikan.
Choppin menuturkan, kasarnya permukaan merupakan salah satu kunci untuk mengatasi efek goyangan atau putaran ketika bola bergerak sangat cepat. Dengan memiliki permukaan lebih kasar, Brazuca sudah menjawab masalah.
Rabi Mehta, Kepala Experimental Aero-Physics Branch di Ames Research Center di NASA, mengatakan bahwa rancangan Brazuca memang mengurangi peluang knuckling effect. Brazuca mampu membatasi knuckling effect hingga hanya 48 km/jam sementara Jabulani 80 km/jam. (Yunanto Wiji Utomo)