Sumber: Bloomberg | Editor: Uji Agung Santosa
SINGAPURA. Sejumlah negara berkembang di Asia diperkirakan bakal menghadapi tekanan inflasi yang lebih berat pada tahun depan. Dari sejumlah negara itu, Indonesia dan India menjadi dua negara yang dianggap akan lebih banyak menerima tantangan, karena harus menyeimbangkan resiko inflasi dengan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Survai kepada 15 ekonom yang dilakukan Bloomberg menunjukkan, bank-bank sentral di sejumlah negara berkembang Asia dihadapkan pada pengetatan kebijakan untuk menaikkan nilai tukar dan tekanan inflasi masa lalu. "Tekanan inflasi dapat muncul dalam beberapa kuartal ke depan, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat pulih dengan cepat dan luas sehingga belum cukup untuk melakukan kebijakan moneter ketat," kata Vishnu Varathan, Ekonom Mizuho Corporate Bank Ltd.
Dia menyebutkan, Bank Sentral India harus berurusan dengan peningkatan harga yang tinggi di tengah perlambatan ekonomi. Untuk itu harus ada kebijakan yang lebih komplek, walaupun baru-baru ini bank sentral tersebut mengisyaratkan adanya ruang penurunan suku bunga.
Sementara itu Indonesia, menurut perkiraan HSBC Holdings Plc, diperkirakan bakal dihadapkan pada tingkat inflasi di tingkat paling atas perkiraan Bank Indonesia (BI), yaitu di angka 3,5%-5,5% pada tahun depan.
Malaysia paling rendah
Seperti diketahui, inflasi di India masih di atas tingkat kenyamanan bank sentral, yaitu 5% per bulan dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan menjadi yang paling lambat dalam satu dekade tahun fiskal saat ini.
"Para pembuat kebijakan di India akan terus bergulat dengan tingkat inflasi yang tidak nyaman, dan perlambatan yang substansial di investasi dan pertumbuhan PDB," kata Sukhy Ubhi, analis ekonomi Asia Capital Economics Ltd.
Nilai tukar Rupee telah menurun lebih dari 3% pada tahun ini, setelah pada tahun sebelumnya terjun 16%. Sementara itu harga di tingkat grosir naik 7,2% pada bulan lalu. Pemerintah India memperkirakan ekonomi akan tumbuh sekitar 5,7%-5,9% pada tahun fiskal 2012 yang berakhir Maret 2013. Perkiraan pertumbuhan itu lebih rendah dari target pada awal tahun sebesar 7,85%.
Tidak hanya India dan Indonesia yang harus berhadapan dengan tingkat inflasi tinggi, Bank Sentral Filipina diperkirakan juga harus berjuang mengelola inflasi tanpa mengorbankan daya saing atau stabilitas ekonomi. "Tidak adanya langkah sterilisasi likuiditas yang lebih efektif atau pembentukan modal yang lebih cepat maka dilema moneter yang harus dihadapi Bank Sentral Filipina pada 2013 bakal lebih buruk," kata Aninda Mitra, Ekonom Australia & New Zealand Banking Group Ltd (ANZ) di Singapura.
Sementara itu, mayoritas ekonom Bloomberg mengatakan Bank Sentral Malaysia akan menghadapi tantangan paling sedikit di tahun depan. Malaysia menawarkan tingkat inflasi paling lambat di Asia 1,3% dalam tiga bulan terakhir, sementara pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 5% dalam lima kuartal akhir.