kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   9.000   0,60%
  • USD/IDR 15.875   60,00   0,38%
  • IDX 7.200   -45,73   -0,63%
  • KOMPAS100 1.102   -8,07   -0,73%
  • LQ45 873   -6,30   -0,72%
  • ISSI 220   -2,35   -1,06%
  • IDX30 448   -4,16   -0,92%
  • IDXHIDIV20 539   -6,56   -1,20%
  • IDX80 126   -0,89   -0,70%
  • IDXV30 132   -4,54   -3,33%
  • IDXQ30 148   -1,52   -1,02%

Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Akses Medsos dan Respons Perusahaan Teknologi


Kamis, 28 November 2024 / 21:30 WIB
Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Akses Medsos dan Respons Perusahaan Teknologi
ILUSTRASI. Ilustrasi Sosial Media/Sosmed/Handphone. Australia mengesahkan Undang-Undang Usia Minimum Media Sosial yang melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun mengakses media sosial.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Australia mengesahkan Undang-Undang Usia Minimum Media Sosial yang melarang anak-anak di bawah usia 16 tahun mengakses media sosial. Kebijakan ini disetujui pada hari Kamis setelah perdebatan panjang yang mengguncang negara tersebut. 

Aturan ini menjadi salah satu yang terberat di dunia untuk membatasi penggunaan media sosial oleh anak-anak, dengan sanksi denda mencapai A$ 49,5 juta (US$ 32 juta) bagi platform seperti Instagram, Meta (pemilik Facebook), dan TikTok jika mereka gagal mencegah anak di bawah umur untuk bergabung.

Uji coba untuk menegakkan larangan ini akan dimulai pada Januari 2025, dan peraturan resmi baru akan diberlakukan dalam setahun.

Baca Juga: Australia Resmi Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun

Larangan ini menjadikan Australia sebagai ujian bagi negara lain yang tengah mempertimbangkan pembatasan serupa, mengingat kekhawatiran terhadap dampak media sosial pada kesehatan mental anak muda. 

Beberapa negara, termasuk Prancis dan beberapa negara bagian di AS, telah membatasi akses ke media sosial bagi anak di bawah umur tanpa izin orang tua, namun larangan di Australia lebih ketat dan tidak memberikan pengecualian.

Tantangan terhadap larangan ini muncul dari sekutu utama Australia, termasuk Amerika Serikat, di mana Elon Musk, pemilik X, menilai kebijakan ini sebagai bentuk kontrol terhadap akses internet warga Australia. 

Selain itu, kebijakan ini juga memperburuk ketegangan antara Australia dan perusahaan teknologi besar AS.

Australia sebelumnya menjadi negara pertama yang mewajibkan platform media sosial membayar royalti kepada media dan kini berencana mengenakan denda bagi mereka yang gagal mengatasi penipuan daring.

Baca Juga: Australia Berencana Tutup Akes Media Sosial untuk Anak-Anak

Seorang juru bicara Meta menyatakan bahwa meski menghormati hukum Australia, mereka "khawatir" mengenai proses pengesahan yang dianggapnya terburu-buru tanpa pertimbangan bukti yang memadai tentang upaya industri dalam memastikan pengalaman media sosial yang sesuai usia.

Perwakilan dari TikTok dan X belum memberikan tanggapan terkait hal ini. Perusahaan-perusahaan lain, termasuk Google, yang anak perusahaannya YouTube tidak terkena larangan karena banyak digunakan di sekolah, menganggap undang-undang ini perlu ditunda hingga ada uji coba yang lebih matang terkait verifikasi usia.

"Ini seperti kereta sebelum kuda," ungkap Sunita Bose, Direktur Eksekutif Digital Industry Group, yang mewakili sebagian besar perusahaan media sosial, menyarankan agar pemerintah memberikan petunjuk lebih lanjut tentang metode yang harus diterapkan oleh platform-platform tersebut.

Selanjutnya: LSPR Institute Jalin Kerjasama Strategis dengan SBM ITB

Menarik Dibaca: LSPR Institute Jalin Kerjasama Strategis dengan SBM ITB



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×