Sumber: The Guardian | Editor: Dikky Setiawan
LONDON. Senjata nuklir bernama bom atom sangat melegenda dalam sejarah Perang Dunia II. Pada Agustus 1945, militer Amerika Serikat (AS) menjatuhkan dua bom atom ke Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, yang membuat negara kekaisaran itu harus menyerah melawan sekutu.
Ledakan bom atom itu membunuh 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki. Padahal, kekuatan bom atom itu hanya mencapai 2,2 megaton!
Lantas, bagaimana jika sebuah wilayah kejatuhan bom atom yang memiliki kekuatan hingga 4 megaton atau dua kali lipat dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki? Berapa orang yang akan terbunuh akibat dampak ledakan bom tersebut? Wallahualam.
Sebuah dokumen rahasia yang diterbitkan The Guardian hari ini (21/9), mengungkapkan, dua bom Angkatan Udara AS hampir saja membunuh jutaan penduduk di negara adidaya tersebut.
Hal itu bermula dari tragedi jatuhnya pesawat B-52 di wilayah Goldsboro, North Caroline, pada 23 Januari 1961. Atau, empat hari setelah Presiden AS John F Kennedy dilantik.
Selain menewaskan tiga dari delapan orang awaknya, kecelakaan itu juga membuat dua buah bom nuklir yang masing-masing berkekuatan 4 Megaton jatuh dari pesawat!
Celakanya, bom atom itu disebut-sebut 260 kali lebih kuat dari bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Dokumen rahasia ini didapatkan oleh wartawan investigas Eric Schlosser yang dideklasifikasi atas nama UU Kebebasan Informasi Publik dan diumumkan ke publik untuk kali pertamanya.
Wilayah AS yang akan terkena dampak bom
Dokumen tersebut menjadi bukti bahwa AS pernah terhindar dari bencana dengan proporsi monumental saat dua bom hidrogen Mark 39 secara tak sengaja jatuh di Goldsboro, North Caroline.
Kedua bom itu memiliki perangkat persis seperti senjata nuklir yang dirancang untuk perang: Dilengkapi parasut dan sistem pemicu ledakan.
Hanya satu saklar bertegangan rendah yang mencegah 'pembantaian' massal yang tak terhitung dampaknya.
Insiden Goldsboro terjadi ketika pesawat pembom B-52 mendapat masalah setelah lepas landas dari pangkalan udara Seymour Johnson berbasis di Goldsboro untuk penerbangan rutin di sepanjang Pantai Timur.
Ketika terjadi masalah pada pesawat, bom hidrogen yang dibawa B-52 itu jatuh di tempat terpisah.
Satu bom jatuh di sebuah lapangan dekat Faro, North Carolina. Bom tersebut berhasil mengembang parasutnya dan jatuh tanpa meledak, karena parasutnya tersangkut di cabang-cabang pohon.
Satu bom lainnya jatuh ke areal pertanial Big Daddy Road. Bom ini parasutnya tak berhasil mengembang, namun jatuh di areal pertanian yang terendam air, sehingga tidak meledak.
Bisa dibayangkan kalau kedua bom meledak saat itu. Bukan mustahil, Amerika akan rata dengan tanah. Sebab, masing-masing bom membawa muatan 4 megaton atau setara 4 juta ton bahan peledak TNT.
"Jika bom meledak, dampak mematikan bisa saja meliputi wilayah Washington, Baltimore, Philadelphia hingga ke utara kota New York, yang bisa menyebabkan jutaan nyawa melayang,” ungkap isi dokumen tersebut.
Kendati spekulasi insiden Goldsboro itu terus berembus, hingga saat ini pemerintah AS telah berulang kali membantah secara terbuka bahwa senjata nuklir pernah menempatkan bangsa Amerika dalam kondisi bahaya karena lemahnya sistem keamanan.
Tetapi dalam dokumen yang baru diterbitkan, seorang insinyur senior di laboratorium nasional Sandia, yang bertanggung jawab atas keselamatan sistem mekanik senjata nuklir menyimpulkan bahwa, “Sebuah pemicu yang sederhana, dengan teknologi dinamo bertegangan rendah berdiri di antara nasib bangsa AS dan dan bencana besar.”
Saklar pemicu ledakan macet
Dalam sebuah tulisannya setelah delapan tahun tragedi tersebut, sang insinyur senior yang bernama Parker F Jones itu, menemukan fakta bahwa tiga dari empat piranti pengaman bom Faro gagal beroperasi dengan baik alias macet.
Menurut Jones, saklar yang akhirnya mencegah bencana itu, sejatinya bisa dengan mudah berfungsi hanya dengan sedikit sentakan listrik.
“Jika saklar itu tersentak listrik, bisa menyebabkan ledakan nuklir. Dan itu akan menjadi berita buruk,” sebut Jones dalam dalam laporan rahasianya yang berjudul Goldsboro Revisited.
Ketika bom jatuh, sinyal peledak dikirim ke inti piranti nuklir, namun pemicu tidak berfungsi yang akhirnya menghindari bencana maha dahsyat tersebut.
“Kedua bom Mark 39 tidak memiliki keamanan yang memadai untuk pesawat latih B-52,” demikian kesimpulan Jones dalam tulisannya.
Dokumen ini diungkapkan Schlosser sebagai bagian dari penelitian buku terbarunya yang mengangkat tentang perlombaan senjata nuklir negara-negara di dunia.
Dia menemukan fakta, setidaknya 700 kecelakaan dan insiden “signifikan” yang melibatkan 1.250 senjata nuklir di sepanjang tahun 1950 hingga 1968.
“Pemerintah AS telah secara konsisten mencoba untuk menyembunyikan informasi kepada orang-orang Amerika untuk mencegah pertanyaan tentang kebijakan senjata nuklir negara kami. Kami diberitahu tidak mungkin senjata-senjata nuklir itu sengaja diledakkan. Namun inilah salah satu yang insiden sangat hampir mungkin terjadi,” ungkap Schlosser.