Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BIARRITZ. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menelepon Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelum pertemuan G7 untuk meminta Trump menurunkan hambatan perdagangan dan memberi jalan bagi perusahaan asal negaranya untuk berbisnis di AS. Termasuk untuk produk otomotif dan agribisnis.
Dilansir dari Reuters, keduanya berbicara pada hari Jumat waktu setempat menjelang pertemuan para pemimpin dunia di resor Biarritz, Perancis. Di mana mereka diharapkan untuk membicarakan prospek kesepakatan perdagangan bilateral begitu Inggris meninggalkan Uni Eropa.
Baca Juga: China akan melawan balik langkah terbaru AS yang meningkatkan tarif
"Ada peluang besar bagi Inggris, tetapi kita harus memahami bahwa hal itu tidak akan selalu berjalan lancar," kata Johnson dalam penerbangannya ke Prancis.
"Masih ada hambatan yang sangat besar di AS terhadap pebisnis dari Inggris yang tidak dipahami secara luas," lanjut dia.
Johnson mencontohkan beberapa sektor yang masih menantang terkait adanya pembatasan impor maupun pengenaan tarif. Semisal tekstil, otomotif, gerbong kereta api, kembang kol, asuransi, hingga anggur.
Baca Juga: China bisa mengalahkan militer AS di Asia dalam hitungan jam
Pendukung Brexit, termasuk Johnson, menilai kesepakatan perdagangan bebas dengan negara-negara seperti Amerika Serikat sebagai salah satu manfaat utama dari langkah untuk meninggalkan Uni Eropa.
Meski, para kritikus mengatakan persyaratan yang dituntut Trump kemungkinan akan merusak ekonomi Inggris dalam jangka panjang.
Kedua pemimpin akan bertemu langsung pada hari Minggu pagi waktu setempat, yang diharapkan akan menghasilkan pembicaraan yang lebih positif tentang kesepakatan perdagangan.
Baca Juga: Kim Jong Un mengawasi uji peluncuran roket berganda super besar
Namun demikian, Johnson telah menggunakan perjalanan tersebut untuk secara tidak langsung mengkritik Trump, dengan mengatakan perang perdagangan global perlu dikurangi. Selain itu, AS dan China juga disebutnya telah bertanggung jawab atas kerusakan ekonomi dunia.