Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Gelombang peringatan tentang ancaman kecerdasan buatan (AI) terhadap lapangan kerja semakin meluas.
Dari CEO Ford, Jim Farley, hingga bos Anthropic, Dario Amodei, banyak eksekutif mulai terbuka bahwa teknologi ini berpotensi menggantikan jutaan pekerjaan di seluruh dunia.
Namun, CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, menilai sebagian besar petinggi teknologi masih menutupi kenyataan pahit di balik kemajuan AI.
“Saya merasa banyak ‘tech bros’ terlalu berputar-putar soal topik ini,” ujarnya kepada Bloomberg, dikutip dari Fortune, Rabu (15/10/2025).
Baca Juga: Kebablasan Pakai AI, Perusahaan Ini Menyesal dan Rekrut Karyawan Lagi
“Akan ada pergeseran besar pada pekerjaan berbasis pengetahuan, bukan hanya di sektor perbankan, tapi di seluruh masyarakat,” sambungnya.
Menurut miliarder berusia 44 tahun itu, keyakinan bahwa AI akan menciptakan lapangan kerja baru memang benar, namun terlalu optimistis untuk jangka pendek.
Ia mencontohkan ribuan penerjemah di Brussel yang kini posisinya dapat digantikan AI. “Kita mungkin akan menciptakan pekerjaan baru, tapi dalam waktu dekat, hal itu tidak membantu penerjemah yang kehilangan pekerjaan hari ini,” ujarnya.
Klarna sendiri menjadi contoh nyata bagaimana adopsi AI bisa membawa dampak besar. Sejak 2023, Siemiatkowski menyatakan ingin menjadikan Klarna sebagai “kelinci percobaan favorit ChatGPT.”
Baca Juga: Julie Sweet: CEO Accenture yang Ubah Tantangan AI Jadi Peluang Bisnis
Awal 2024, perusahaan fintech asal Swedia itu meluncurkan chatbot layanan pelanggan berbasis OpenAI yang mampu menangani beban kerja setara 800 pegawai penuh waktu.
Namun, eksperimen itu tidak tanpa masalah. Sejumlah pelanggan mengeluhkan hilangnya sentuhan manusia dalam layanan Klarna, memaksa perusahaan meninjau ulang strategi “AI-first” yang terlalu berfokus pada efisiensi biaya.
Siemiatkowski pun mengakui bahwa keseimbangan antara efisiensi dan kualitas menjadi kunci. Ia menyebut, investasi pada layanan manusia tetap penting agar pengalaman pelanggan tidak menurun.
Meski demikian, dampak efisiensi AI terhadap tenaga kerja tetap terasa. Klarna memperlambat perekrutan dan memangkas jumlah karyawan dari 7.400 menjadi sekitar 3.000 orang.
Di sisi lain, strategi teknologi tinggi ini meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Klarna mencatat pertumbuhan pendapatan di AS sebesar 38% secara tahunan, dengan profit yang ikut naik.
Baca Juga: Kegagalan Proyek AI di Perusahaan Bisa Jadi Sinyal Positif Masa Depan Pekerjaan
Performa itu mengantarkan Klarna melantai di bursa pada September lalu, dengan valuasi menembus US$ 15 miliar.
Siemiatkowski juga menunjukkan komitmennya terhadap penerapan AI secara langsung. Dalam konferensi keuangan Mei lalu, ia bahkan tampil dalam bentuk video replika dirinya sendiri berbasis AI lengkap dengan suara dan wajah yang identik.
Klarna pun meluncurkan “AI CEO Hotline,” fitur tanya jawab 24 jam yang meniru gaya bicaranya dalam bahasa Inggris dan Swedia.
Meski hidupnya kini dikelilingi teknologi, Siemiatkowski mengaku masih punya semangat pribadi yang kuat terhadap pemrograman.
Baca Juga: Binar Luncurkan Sincro, Platform AI Lokal Hasil Akuisisi Teknologi China
“Istri saya sering protes karena begitu anak-anak tidur, saya bilang, ‘Boleh ya, aku mau coding sebentar,’” ujarnya sambil tertawa. Ia menegaskan, teknologi seharusnya tidak ditakuti, melainkan dipelajari dan dimanfaatkan secara bijak.
“Teknologi ini benar-benar menarik dan luar biasa untuk dipelajari. Orang seharusnya tidak takut pada teknologi,” tutupnya.