Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Sumber militer China mengungkapkan bahwa Angkatan Udara AS menciptakan risiko bagi penerbangan penumpang di atas Laut China Selatan dengan misi pengintaian jarak dekat di dekat pantai China.
Sang sumber bilang bahwa militer AS memiliki beberapa jenis pesawat pengintai yang dikembangkan di platform pesawat komersial, dan mereka biasanya mengikuti rute penerbangan sipil sebagai perlindungan ketika mendekati wilayah udara China.
Baca Juga: Bikin panas Korea Utara, AS dan Korea Selatan gelar latihan militer gabungan
AS dilaporkan telah meningkatkan kegiatan pengintaiannya di dekat pantai selatan China dalam beberapa pekan terakhir, dengan operasi malam hari dengan pesawat E-8C pada 5 Agustus yang mendorong Menteri Pertahanan China Wei Fenghe untuk memulai panggilan telepon selama 90 menit dengan Menhan Amerika, Mark Esper.
Sumber itu mengatakan pesawat Sistem Radar Target Pengawasan Target Pengawasan Bersama E-8C awalnya diidentifikasi oleh sistem radar kontrol udara di provinsi selatan Guangzhou sebagai pesawat komersial, terbang pada ketinggian lebih dari 9.000 meter (29.500 kaki) di atas Laut Cina Selatan.
Hanya ketika terbang dekat dengan ibu kota provinsi Guangdong, pesawat itu diidentifikasi sebagai pesawat militer Amerika. "Itu mungkin saja menyebabkan kecelakaan atau kesalahan penilaian di tengah meningkatnya ketegangan antara militer China dan AS," kata sumber itu.
“Menggunakan pesawat sipil sebagai perlindungan adalah operasi umum bagi Amerika dan sekutu dekat mereka, Israel. Tapi Laut Cina Selatan adalah salah satu wilayah udara internasional tersibuk di dunia, yang dapat membahayakan pesawat sipil," lanjutnya.
Baca Juga: Trump akan larang penjualan TikTok di semua platform aplikasi di AS
Lu Li-shih, mantan instruktur di Akademi Angkatan Laut Taiwan mengatakan banyak angkatan laut dan angkatan udara memainkan trik untuk menutupi aktivitas militer mereka, yang dapat menyebabkan masalah keselamatan bagi maskapai penerbangan dan kapal sipil jika operator militer di darat gagal.
“Ada beberapa kecelakaan yang terjadi ketika pasukan pertahanan rudal di darat gagal memverifikasi dengan hati-hati pesawat yang mengganggu,” kata Lu.
Pada 7 Januari tahun ini, sebuah pesawat penumpang Boeing 737 Ukraina ditembak jatuh oleh pasukan Iran segera setelah lepas landas dari Teheran dan menewaskan semua 176 penumpang dan awak.
Iran mengatakan pesawat itu telah disalahartikan sebagai target musuh dalam kasus human error.
Baca Juga: Pengakuan Trump: Hubungan erat dengan Xi Jinping berubah pasca Covid-19
Kecelakaan serupa terjadi pada 1 September 1983 ketika Boeing 747 Korean Air Lines ditembak jatuh oleh pencegat Su-15 Soviet dalam perjalanan dari New York ke Seoul. Semua 269 penumpang dan awak tewas dalam insiden itu, yang terjadi karena angkatan udara Soviet menanggapi pesawat tersebut sebagai "jet mata-mata AS yang mengganggu".
Collin Koh, seorang peneliti di Institut Studi Pertahanan dan Strategis Singapura, mengatakan semua departemen kontrol lalu lintas udara militer dan sipil di seluruh dunia menggunakan sinyal "identifikasi teman atau musuh" (IFF) berbasis radar untuk memverifikasi pesawat.
Selain itu masalah keselamatan seharusnya tidak menjadi perhatian jika pesawat militer menjaga jarak aman dari penerbangan sipil.