Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Mata uang Asia menguat pada perdagangan Senin (4/8/2025), dipimpin oleh ringgit Malaysia dan rupiah Indonesia, setelah pelemahan dolar AS memberi ruang bagi pemulihan.
Sementara itu, pelaku pasar terus mencermati dampak dari tarif impor baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump terhadap perekonomian kawasan.
Baca Juga: Rupiah Dibuka Menguat ke Rp 16.413 Per Dolar AS pada Hari Ini 4 Agustus 2025
Ringgit melonjak hampir 1% ke posisi 4,233 per dolar AS, mematahkan enam sesi penurunan beruntun. Rupiah dan dolar Taiwan juga menguat hingga 0,7%.
Sejumlah mata uang regional lainnya turut mencatatkan penguatan, di antaranya won Korea Selatan dan rupee India yang masing-masing naik 0,3%, serta baht Thailand dan dolar Singapura yang menguat 0,2%.
Indeks dolar AS memang sempat pulih tipis pada Senin pagi setelah anjlok lebih dari 1% pada Jumat pekan lalu.
Penurunan tajam itu terjadi usai Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran dan laporan ketenagakerjaan AS yang lemah memicu ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve secara agresif.
"Data tenaga kerja yang lemah telah mengguncang narasi 'eksepsionalisme AS' yang sebelumnya mendukung penguatan dolar," kata Christopher Wong, analis valas dari OCBC.
Baca Juga: Proyeksi Rupiah Senin (4/8): Bergerak di Rp 16.450–Rp 16.575 per Dolar AS
Menurut Wong, data ISM sektor jasa dan klaim tunjangan pengangguran AS yang akan dirilis pekan ini akan menjadi penentu arah kebijakan The Fed ke depan.
Adapun kebijakan tarif terbaru Trump menargetkan sejumlah negara Asia dengan rentang bea masuk 15% hingga 40%.
India menghadapi tarif tertinggi di antara negara ekonomi besar Asia dengan besaran mencapai 25%. Sementara Korea Selatan berhasil menegosiasikan penurunan tarif menjadi 15% setelah pembicaraan intensif.
Beberapa negara lain seperti Vietnam, Indonesia, Filipina, Jepang, dan Kamboja juga berhasil mencapai kesepakatan tarif setelah proses negosiasi selama berminggu-minggu.
Hal ini membuat pelaku pasar menilai ulang negara mana yang paling berisiko terdampak dari sisi ekspor.
"Secara keseluruhan, hasilnya lebih baik dari ekspektasi awal. Namun, tarif baru ini tetap jauh lebih tinggi dibanding kondisi sebelumnya," kata Rahul Bajoria, ekonom ASEAN dan India di BofA Securities.
Baca Juga: Dolar AS Mulai Stabil Setelah Tertekan, Pasar Menanti Pemangkasan Suku Bunga The Fed
"Memang sempat terjadi percepatan ekspor dari negara ASEAN menjelang tarif ini, jadi koreksi memang tak terhindarkan. Namun dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang masih baik, kami melihat masih ada ruang pertumbuhan PDB yang layak di kawasan ini," lanjutnya.
Di pasar saham, pergerakan bervariasi. Bursa saham Seoul dan Singapura menguat masing-masing lebih dari 1% dan 0,8%, sementara Jakarta dan Kuala Lumpur justru melemah lebih dari 0,3%.
Penambahan ketidakpastian juga muncul setelah Trump memecat Komisioner Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Erika McEntarfer, yang dituduh memanipulasi data pekerjaan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan reliabilitas data ekonomi AS.
Kebijakan bank sentral di Asia pun terus menjadi fokus. Otoritas Moneter Singapura dan Bank Sentral Jepang mempertahankan suku bunga pekan lalu, seiring The Fed.
Sementara itu, bank sentral India dijadwalkan menggelar rapat kebijakan pada Rabu, dan Thailand akan menyusul pekan depan.