Reporter: Dityasa Hanin Forddanta, Bloomberg |
MICHIGAN. Penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap menjadi alasan memburuknya beberapa perusahaan. Sebut saja Procter & Gamble Co. (P&G) dan Philip Morris International Inc, membukukan kinerja lebih buruk di akhir Juni 2012. Alasan kedua perusahaan raksasa ini porsi penjualan dari luar Amerika Serikat (AS) cukup besar.
Presiden Direktur P&G, Robert McDonald, mengatakan penguatan kurs dollar AS telah menerbangkan potensi pendapatan sekitar US$ 3 miliar dan laba kurang lebih US$ 400 juta. Philip Morris juga memotong perkiraan laba menjadi US$ 5,1 sampai dengan US$ 5,2 per saham, dari sebelumnya maksimal mencapai US$ 5,3 per saham.
Perusahaan rokok berbasis New York ini mendapatkan hampir semua pendapatannya dari luar AS, termasuk 30% dari Uni Eropa. "Itu bukan kejutan, mata uang telah bergerak ke arah yang salah sejak April," kata Louis Camilleri, Chairman dan Chief Executive Officer (CEO) Philip Morris.
Bukan alasan
Jeff Sonnenfeld, Profesor Universitas Yale, menilai pergerakan kurs seharusnya tidak menjadi alasan penurunan kinerja. Banyak perusahaan sejenis tidak mengalami masalah yang sama.
Rival P&G, Kimberly-Clark Corp. (KMB) memproyeksikan kenaikan laba menjadi US$ 5 - US$ 5,15 per saham. Padahal tahun lalu KMB mendapat setengah pendapatannya dari luar kawasan Amerika Utara. Kondisinya tidak berbeda jauh dengan P&G, yang penjualan di luar AS mencapai 59%.
Perusahaan juga seharusnya bisa melakukan lindung nilai atau hedging. Dengan melakukan ini, imbas penguatan dollar AS terhadap euro atau mata uang negara lain bisa diredam.
Adobe System Inc yang membukukan 57% penjualan dari kawasan luar Amerika sukses melakukan hedging. Perusahaan berhasil memangkas potensi kehilangan pendapatan dari US$ 14,5 juta menjadi US$ 10,7 juta di kuartal kedua tahun ini.
P&G mengatakan, perusahaan akan fokus pada bisnis yang memberikan untung paling besar, inovasi dan pasar berkembang untuk mendorong penjualan. Perusahaan juga akan melakukan efisiensi US$ 10 miliar. "Kurs dan pergerakan komoditas memang bukan alasan, tapi realitas yang membantu menjelaskan ke investor," kata Paul Fox, juru bicara P&G.
Sementara saham Pepsi Co melorot setelah CEO, Indra Nooyi mengakui penurunan kinerja lantaran kurang kuat menyokong merek di AS dan tidak mengantisipasi volatilitas komoditas.