Reporter: Agung Jatmiko, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - LONDON. Hubungan antara Inggris dan Rusia kian panas. Perdana Menteri Inggris, Theresa May mengatakan tidak gentar dengan keputusan yang diambil oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin yang mengusir 23 diplomat Inggris sebagai balasan atas keputusan May mengusir diplomat Rusia.
Mengutip The Telegraph UK, Sabtu (17/3), May yang sedang menghadiri pertemuan partai konservatif Inggris mengatakan, bahwa respon Rusia menegaskan bahwa negara tersebut tidak menunjukkan itikad baik dan berpotensi memaksa Inggris dalam tensi politik yang berkepanjangan dengan Russia. Ia pun menyatakan Rusia dalam pelanggaran hukum internasional yang jelas.
"Tanggapan Rusia tidak mengubah fakta-fakta dari kasus tersebut, percobaan pembunuhan dua orang di tanah Inggris, tidak ada kesimpulan alternatif selain bahwa Rusia bersalah. Rusia adalah negara yang melanggar hukum internasional dan Konvensi Senjata Kimia," ujar May, dilansir dari The Telegraph UK.
May pun tidak akan mengurungkan niatnya untuk membongkar jaringan mata-mata Rusia yang beroperasi di luar Inggris. Respon pertama yang dilakukan May adalah menangguhkan dengan segera semua kontak yang direncanakan antara Inggris dan Rusia.
"Kami akan mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam beberapa hari mendatang, setelah berdiskusi dengan sekutu dan mitra kami," kata May.
Tensi politik antara Inggris dan Rusia ini pun turut mempengaruhi hubungan antara negara-negara persemakmuran Inggris dengan Rusia. Hai Sabtu (17/3) pemerintah Selandia Baru menangguhkan tanpa batas waktu terkait pembiacaraan dagang antara Selandia Baru dan Rusia.
Reuters melaporkan, Rusia mengusir 23 diplomat Inggris dalam waktu sepekan. Kementerian Luar Negeri Rusia bertemu dengan Duta Besar Inggris untuk Rusia, Laurie Bristow kemarin dan mengatakan akan menutup British Council di Rusia. Rusia pun akan menarik izin bagi Inggris untuk membuka konsul jenderal di St Petersburg.
Tensi kedua negara memanas setelah Sergei Skripal, pensiunan intelijen militer yang berumur 66 tahun dan putrinya Yulia berumur 33 tahun ditemukan jatuh di pusat kota Salibury pada 4 Maret lalu. BBC melaporkan, saat ini keduanya masih dalam kondisi kritis.
Kedua orang ini diduga terkena senjata kimia Novichok yang dikembangkan oleh Uni Soviet. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengatakan, Inggris memiliki bukti bahwa Rusia, dalam 10 tahun terakhir telah mengembangkan dan menyetok Novichok, serta meneliti senjata kimia ini untuk pembunuhan.
Johnson menambahkan, pakar dari Organisation for the Prohibition of Chemical Weapon akan tiba di Inggris besok untuk menguji sampel senjata kimia ini. Masih perlu waktu minimal sepekan untuk uji sampel ini.