Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - FRANKFURT. Bank eentral Eropa, European Central Bank (ECB) menaikkan suku bunga sebesar 50 basis points (bps) pada hari Kamis (16/3). ECB melanjutkan upaya untuk mengekang inflasi, mengabaikan kekacauan pasar keuangan dan seruan investor untuk memutar kembali kebijakan pengetatan setidaknya sampai sentimen stabil.
ECB telah menaikkan suku bunga pada rekor tercepatnya. Tetapi tekanan di pasar global sejak jatuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS) pekan lalu telah mengancam jalur kenaikan suku bunga dalam sepekan terakhir.
Bank sentral untuk 20 negara yang berbagi mata uang euro ini menaikkan suku bunga deposito menjadi 3%, level tertinggi sejak akhir 2008, karena inflasi terlihat melampaui target 2% hingga 2025.
"Inflasi diproyeksikan akan tetap terlalu tinggi untuk waktu yang lama," kata Presiden ECB Christine Lagarde dalam konferensi pers, membacakan pernyataan yang disetujui oleh pembuat kebijakan bank.
Baca Juga: Wall Street Menguat di Awal Perdagangan Kamis (16/3) Setelah ECB Mengerek Bunga Acuan
"Dewan Pemerintah sedang memantau ketegangan pasar saat ini dengan cermat dan siap menanggapi seperlunya untuk menjaga stabilitas harga dan stabilitas keuangan di kawasan euro," kata Lagarde. Dia menambahkan bahwa bank-bank di kawasan Zona Euro memiliki posisi modal dan likuiditas yang kuat.
Pernyataan itu tidak menawarkan komitmen untuk masa depan, meskipun sebelumnya ada seruan dari daftar panjang pembuat kebijakan untuk langkah lebih besar dalam perang melawan inflasi.
Lagarde mencatat bahwa saat ini tidak mungkin untuk menentukan jalur suku bunga di masa depan di tengah ketidakpastian yang benar-benar meningkat yang berasal dari kehancuran pasar.
Euro dan imbal hasil obligasi naik tipis setelah kenaikan suku bunga ECB. Setelah berhari-hari gejolak di pasar, investor meramalkan peluang 50% dari suku bunga ECB yang lebih kecil, 25 basis poin dan menurunkan ekspektasi untuk pergerakan di masa depan.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 6.565 Kamis (16/3), Net Sell Asing Tembus Rp 732 Miliar
Lagarde menekankan bahwa sektor perbankan secara keseluruhan berada dalam posisi yang jauh lebih kuat daripada saat krisis keuangan 2008. Saham bank zona euro tetap mencapai posisi terendah dua bulan setelah pergerakan suku bunga sebelum pulih sebagian.
Saham-saham bank terjun bebas minggu ini. Sebab penurunan pertama adalah ketakutan oleh keruntuhan SVB. Kedua, kejatuhan nilai Credit Suisse, pemberi pinjaman yang telah lama dirundung masalah.
Tetapi Bank Nasional Swiss menyediakan pinjaman US$ 54 miliar Credit Suisse. Langkah ini mampu meredam tekanan harga saham bank terbesar kedua Swiss tersebut.
Kekhawatiran utama ECB adalah bahwa kebijakan moneter bekerja melalui sistem perbankan. Krisis keuangan yang parah akan membuat kebijakan bank sentral tidak efektif.
Itu membuat ECB dalam dilema, mengadu mandat melawan inflasi dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas keuangan dalam menghadapi gejolak impor yang luar biasa.
Wakil Presiden ECB Luis de Guindos mengatakan eksposur Zona Euro ke Credit Suisse cukup terbatas.
Baca Juga: Rupiah Spot Melemah Hari Ini, Intip Prediksi Untuk Jumat (17/3)
Inflasi, tanggung jawab utama bank, jauh lebih tinggi daripada krisis sebelumnya. Proyeksi baru ECB, yang diterbitkan pada hari Kamis, memperkirakan inflasi di atas target 2% hingga 2025, kekhawatiran utama bagi banyak pembuat kebijakan.
ECB menyebut inflasi kemungkinan akan mencapai rata-rata 5,3% tahun ini, 2,9% pada 2024 dan 2,1% pada 2025. ECB menambahkan bahwa proyeksi ini dihitung sebelum gejolak perbankan yang muncul dua pekan terakhir.
Lagarde mencatat bank mulai melihat tanda-tanda bahwa pengetatan kebijakan berdampak pada perekonomian, terutama melalui saluran kredit.
Meski krisis perbankan sistemik umumnya berubah menjadi resesi yang dalam, sistem keuangan zona euro berada dalam kondisi terbaiknya selama bertahun-tahun. Modal, likuiditas, dan keuntungan berada pada tingkat yang sehat.
Beberapa ekonom juga berpendapat bahwa ECB memiliki banyak instrumen untuk melawan tekanan pasar, sehingga tidak perlu mengorbankan pergerakan suku bunga untuk menjaga aset keuangan tetap kuat.