Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan buka suara soal rudal yang menewaskan 2 orang di Polandia. Menurutnya, investigasi lebih lanjut untuk mendapat informasi lebih pasti soal rudal yang dituduh berasal dari Rusia tersebut.
“Ketika melakukan diskusi bilateral dengan kanselir Jerman, saya dengar ada diskusi yang mengarah pada kesimpulan bahwa rudal tersebut bukan berasal dari Rusia. Kami menyepakati bahwa investigasi lebih lanjut diperlukan, tidak dibenarkan untuk mengambil keputusan terburu-buru,” tutur Erdogan dalam acara konferensi pers yang berlangsung di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua-Bali pada Rabu (16/11).
“Kita harus menghormati keterangan dari Rusia,” imbuhnya lagi.
Baca Juga: Pernyataan NATO & G7 Gelar Rapat Darurat di Bali Merespon Serangan Rudal ke Polandia
Sebelumnya, The Washington Post mewartakan bahwa serangan rudal telah menewaskan dua orang di Przewodów, sebuah desa kecil yang berlokasi sekitar 6,4 kilometer dari perbatasan dengan Ukraina baru-baru ini, berdasarkan pemberitaan media di Polandia. Serangan misil yang meledak di wilayah kedaulatan salah satu anggota The North Atlantic Treaty Organization (NATO) tersebut telah menimbulkan kebingungan.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Polandia sempat mengidentifikasi misil tersebut sebagai senjata buatan Rusia, sementara Presiden Andrzej Duda mengeluarkan pernyataan yang lebih hati-hati dengan mengatakan bahwa senjata tersebut “mungkin” dibuat oleh Rusia, namun masih perlu ada verifikasi lebih lanjut untuk mengetahui dari mana senjata tersebut berasal.
“Kami bertindak dengan tenang,” ujar Duda seperti dilansir dari pemberitaan daring The Washington Post (diakses Rabu, 16/11). “Ini adalah situasi yang sulit,” tambahnya lagi.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Rusia, seperti diwartakan oleh pemberitaan daring BBC (diakses Rabu, 16/11), menegaskan bahwa pihaknya bertanggung jawab atas serangan rudal yang menewaskan dua orang di Polandia.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Preskov berujar, ia tidak memiliki informasi soal ledakan rudal tersebut. Kantor berita di Rusia, RIA Novosti, malah menyebutkan bahwa misil yang meledak di wilayah kedaulatan Polandia merupakan misil dari Ukraina.
Ketika ditemui di sela perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali, di Nusa Dua-Bali, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengaku mendapat informasi soal adanya pertemuan darurat negara-negara G7 untuk membahas soal misil pada Rabu pagi (16/11). Hanya saja, ia mengaku tidak mengetahui informasi lebih rinci mengenai isi ataupun hasil dari pertemuan kelompok negara yang beranggotakan Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Britania Raya, dan Amerika Serikat (AS)
“Sebaiknya ditanyakan kepada Amerika Serikat (AS) atau negara-negara G7,” tuturnya (16/11).
Baca Juga: NATO Murka Merespon Serangan Rudal di Polandia, Gelar Rapat Darurat dengan G7 di Bali
Di Bali-Indonesia, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden yang tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 mengonfirmasi bahwa dirinya telah mengadakan pertemuan dengan anggota NATO dan G7 soal insiden yang terjadi di Polandia. Orang nomor satu di negara yang memiliki pengaruh dalam keanggotaan NATO dan G7 juga menyebutkan bahwa dirinya telah menyampaikan informasi singkat kepada mereka soal hasil diskusinya dengan Presiden Duda dan Sekretaris Jenderal NATO, Stoltenberg.
“Kami setuju untuk mendukung investigasi Polandia soal ledakan di daerah rural Polandia, dekat perbatasan Ukraina. Saya akan memastikan kami menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi,” ujarnya di Hotel Grand Hyatt, Bali Rabu pagi (16/11) sebagaimana dimuat dalam laman resmi Gedung Putih.
Sedikit informasi, NATO aliansi keamanan tempat Polandia bernaung, menganut sistem pertahanan kolektif. Artikel 5 Piagam NATO menyebutkan, para pihak NATO setuju bahwa serangan bersenjata kepada salah satu atau beberapa dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dilihat sebagai penyerangan atas mereka semua.
“Sebagai konsekuensinya, para pihak bersepakat bahwa dalam serangan bersenjata tersebut terjadi, masing-masing dari pihak dalam rangka menggunakan hak individual-kolektif untuk membela diri sebagaimana diakui dalam Artikel 51 Piagam PBB, akan membantu pihak yang diserang dengan segera mengambil tindakan yang dirasa perlu baik secara individual atau bersama-sama,” demikian tulis Artikel 5 Piagam NATO tersebut.