Sumber: CNN | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Facebook telah mengakui bahwa pihaknya mengumpulkan hingga 1,5 juta kontak email pengguna tanpa persetujuan mereka.
Seperti diberitakan CNN, jejaring sosial terbesar di dunia itu mengatakan bahwa daftar kontak email secara tidak sengaja diunggah ke Facebook setelah perubahan desain pada sekitar dua tahun lalu. Dan kini perusahaan itu sedalam dalam proses penghapusan data tersebut.
Facebook mengatakan masalah ini dimulai pada tiga tahun lalu ketika mereka membuat perubahan pada proses verifikasi tahapan yang dilalui pengguna saat mendaftar untuk sebuah akun di platform tersebut.
Sebelum perubahan itu, pengguna diberi opsi untuk mengunggah daftar kontak email mereka ketika membuka akun untuk membantu mereka menemukan teman yang sudah ada di Facebook.
Tetapi pada Mei 2016, Facebook menghapus keterangan yang menjelaskan daftar kontak pengguna dapat diunggah ke server perusahaan ketika mereka mendaftarkan sebuah akun. Ini berarti bahwa dalam beberapa kasus daftar kontak email pengguna diunggah ke Facebook tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka.
Seorang juru bicara Facebook mengatakan pada hari Rabu bahwa perusahaan tidak menyadari ini terjadi sampai bulan April 2019. Ketika Facebook berhenti menawarkan verifikasi kata sandi email sebagai pilihan bagi orang yang mendaftar ke Facebook untuk pertama kalinya.
"Ketika kami melihat tahapan yang dilakukan orang untuk memverifikasi akun mereka, kami menemukan bahwa dalam beberapa kasus kontak email orang juga secara tidak sengaja diunggah ke Facebook ketika mereka membuat akun mereka," kata juru bicara tersebut.
Perusahaan mengatakan daftar kontak yang diunggah secara keliru belum dibagikan dengan siapa pun di luar Facebook.
Berita itu pertama kali dilaporkan oleh Business Insider pada hari Rabu. Ashkan Soltani, mantan kepala kantor teknologi untuk Komisi Perdagangan Federal dalam akun twitternya mengatakan bahwa hal ini adalah salah satu perilaku yang dapat ditindaklanjuti secara hukum.
"Saya yakin regulator akan memeriksanya," katanya.
Insiden ini adalah masalah privasi terbaru yang mengguncang Facebook, yang memiliki lebih dari dua miliar pengguna secara global, selama 18 bulan terakhir ini. Termasuk di antaranya skandal data Cambridge Analytica dan pelanggaran keamanan.