Sumber: Yonhap,Yonhap | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara kemungkinan akan melakukan lebih banyak uji peluncuran rudal balistik varian Iskander dalam upaya untuk menggantikan rudal Scud, lembaga think tank Pemerintah Korea Selatan mengatakan pada Kamis (1 April).
Pekan lalu, Korea Utara menembakkan dua rudal balistik jarak pendek, yang diyakini sebagai versi upgrade dari rudal KN-23 yang meniru model Iskander buatan Rusia. Media Pemerintah Korea Utara menyebutkan, itu adalah peluru kendali taktis baru.
"Rusia mengembangkan rudal Iskander berbahan bakar padat untuk menggantikan rudal Scud jenis cair. Korea Utara juga mengambil langkah serupa," kata Lee Sang-min dari Institut Analisis Pertahanan Korea (KIDA) kepada wartawan, seperti dikutip Yonhap.
"Korea Utara mengklaim, rudal yang ditembakkan minggu lalu memiliki jangkauan 600 kilometer. Untuk menjadi pengganti rudal Scud, senjata ini perlu memiliki jarak terbang yang lebih jauh," ujar dia.
"Jadi, Korea Utara kemungkinan akan terus meningkatkan rudal ini dan melakukan lebih banyak uji coba peluncuran," tambahnya.
Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan mengungkapkan, rudal Korea Utara itu terbang sejauh 450 km.
Baca Juga: Korea Utara sebut penguatan militer Jepang bisa mengancam stabilitas kawasan
Sebagai aset militer utama yang menargetkan Korea Selatan, Korea Utara memiliki rudal balistik Scud-B/C/ER. Jenis Scud-B/C diyakini sanggup terbang sejauh 500 km, dan Scud-ER memiliki jangkauan sekitar 1.000 km, menurut data Kementerian Pertahanan Korea Selatan.
Senjata bahan bakar padat mudah dikelola dan memiliki keunggulan dalam peluncuran mendadak, yang membuatnya lebih sulit untuk dideteksi, menurut para ahli.
Peneliti juga mengatakan, uap yang terdeteksi di fasilitas pemrosesan ulang plutonium di kompleks nuklir Yongbyon, Korea Utara, tapi tidak berarti negara tersebut bersiap untuk mengekstraksi plutonium untuk senjata nuklir.
Menurut Beyond Parallel, sebuah proyek dari lembaga think tank Pusat Studi Strategis dan Internasional, citra satelit yang diambil awal pekan ini menunjukkan gumpalan uap atau asap yang berasal dari bangunan penyangga kecil di tengah pabrik pemrosesan ulang, yang dikenal sebagai Laboratorium Radiokimia.
"Asap dari pabrik bisa menjadi bagian dari kegiatan rutin manajemen fasilitas. Saya rasa, kita tidak perlu bereaksi terhadap masalah ini secara sensitif," kata Lee.
"Sedangkan untuk reaktor 5 megawatt, volume plutonium dari reaktor lama akan sangat kecil," sebutnya, yang mengacu pada sumber utama plutonium tingkat senjata di Korea Utara.