Sumber: Economic Times | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada tahun 2012, sebuah insiden yang tidak biasa terjadi di sebuah bank di Jerman, yang melibatkan seorang pegawai bank yang tertidur saat sedang memproses transaksi keuangan.
Kejadian tersebut menarik perhatian publik setelah terungkap bahwa ketidaksengajaan tersebut mengarah pada transfer uang dalam jumlah yang sangat besar—sebesar 222 juta euro, atau sekitar 234 juta dolar AS (Rp 2,2 triliun *rata-rata kurs 2012 Rp 9.670), yang seharusnya hanya berjumlah 64,20 euro (Rp 651.951).
Kejadian ini memicu perdebatan luas mengenai sistem pengawasan transaksi bank dan beban kerja pegawai.
Baca Juga: Akibat Typo saat Jual Saham, Perusahaan Ini Kehilangan Rp 2,5 Triliun dalam Sekejap
Bagaimana Kejadian Ini Terjadi?
Pada suatu hari yang biasa, seorang pegawai bank yang sedang lelah kemudian tertidur di depan komputer saat sedang memproses transaksi.
Tanpa sengaja, tangannya tetap menekan tombol keyboard, yang menyebabkan sistem bank mentransfer 222.222.222,22 euro—jumlah yang jauh lebih besar dari yang dimaksudkan.
Transaksi ini, yang setara dengan sekitar 2.000 crore rupee India, hampir saja berhasil diproses dan diselesaikan.
Namun, beruntunglah bahwa seorang pegawai lain dengan cepat menyadari kesalahan tersebut sebelum transaksi benar-benar terjadi.
Meskipun transaksi besar tersebut sempat menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran, sistem bank berhasil menangkap kesalahan sebelum ada dana yang benar-benar dipindahkan.
Tanggung Jawab Pengawas yang Dipecat
Supervisor yang bertanggung jawab atas pengawasan transaksi pegawai tersebut diduga telah menyetujui transaksi yang salah tanpa memperhatikan detail yang lebih teliti.
Keputusan ini membuatnya dipecat oleh bank setelah insiden tersebut terungkap.
Namun, tindakan pemecatannya menimbulkan perdebatan hukum yang akhirnya membawa kasus ini ke pengadilan buruh di Jerman.
Baca Juga: Hanya dengan Satu Tweet Enam Kata, Elon Musk Buat Saham Tesla Anjlok Rp 221 Triliun
Putusan Pengadilan Buruh Jerman: Kembalinya Supervisor
Pengadilan buruh di negara bagian Hesse, Jerman, mengeluarkan keputusan yang mengejutkan dengan memutuskan bahwa pemecatan supervisor tersebut tidak sah.
Pengadilan berpendapat bahwa meskipun supervisor tersebut gagal dalam mengidentifikasi kesalahan, tindakan pemecatannya terlalu berlebihan.
Pengadilan mempertimbangkan fakta bahwa pekerjaan supervisor tersebut melibatkan pemeriksaan ratusan transaksi setiap harinya dalam tekanan waktu yang sangat tinggi.
Pada hari kejadian, supervisor tersebut telah memeriksa 812 dokumen dalam waktu yang sangat singkat—sebuah beban kerja yang menyulitkan untuk melakukan verifikasi dengan cermat pada setiap transaksi.
Pengadilan menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan niat buruk atau kelalaian berat dari pihak supervisor.
Sebagai gantinya, mereka menyarankan agar bank memberikan peringatan resmi kepada supervisor tersebut, bukan pemecatan.
Insiden ini juga memunculkan diskusi tentang pentingnya sistem deteksi kesalahan otomatis dalam transaksi keuangan.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa dengan adanya sistem otomatis untuk menandai transaksi dengan jumlah yang tidak biasa, kesalahan sebesar ini bisa dengan mudah terdeteksi sebelum diproses lebih lanjut.
Sistem seperti itu dapat mengidentifikasi transaksi yang jauh melebihi batas normal dan memerlukan verifikasi lebih lanjut, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan manusia yang mahal.
Baca Juga: China Siapkan Megakonstelasi Senilai Rp 15 Triliun untuk Saingi Starlink Elon Musk
Kritik terhadap Praktik Operasional Bank
Selain itu, banyak pengamat yang menyuarakan kritik terhadap cara kerja bank yang menempatkan beban pengawasan hanya pada satu orang.
Dengan volume transaksi yang sangat tinggi, seharusnya bank memiliki lebih banyak lapisan pengawasan dan mekanisme redundansi untuk mencegah terjadinya kesalahan semacam ini.
Beberapa pihak menganggap bahwa praktik operasional yang tidak memadai serta kurangnya tindakan preventif merupakan penyebab utama insiden ini, dan bukan semata-mata kesalahan manusia.
Beberapa netizen juga berpendapat bahwa supervisor tersebut seharusnya tidak sepenuhnya disalahkan.
Mereka berpendapat bahwa beban kerja yang luar biasa berat dengan tekanan waktu yang sangat tinggi membuatnya sulit untuk melakukan pemeriksaan mendalam pada setiap transaksi.
Mereka juga menyoroti bahwa bank-bank di negara lain sering kali menerapkan prosedur yang lebih ketat, seperti memerlukan persetujuan dari beberapa pihak sebelum transaksi besar dapat diproses.