kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Harga properti di Eropa berpotensi melonjak


Jumat, 15 Oktober 2021 / 16:28 WIB
Harga properti di Eropa berpotensi melonjak
ILUSTRASI. Uni Eropa. REUTERS/Hannah Mckay


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - LONDON. Risiko lonjakan harga properti (housing bubble) telah meningkat di seluruh Eropa karena pandemi telah menyebabkan biaya untuk tempat tinggal menjadi lebih mahal. Hal ini juga didorong oleh stimulus kuat dari bank sentral. 

Gelembung properti ditandai dengan melonjaknya harga perumahan akibat meningkatnya permintaan dan spekulasi. Kenaikan harga ini diibaratkan seperti gelembung udara yang terus membesar. 

Menurut data Global UBS Group AG, Jerman menduduki puncak teratas sebagai pasar perumahan paling terganggu atau disfungsional di dunia. Laporan ini juga menunjukkan percepatan risiko gelembung perumahan juga terjadi di kota Toronto, Hong Kong dan Vancouver.

Harga rumah di seluruh dunia telah meningkat pada tahun lalu karena biaya pinjaman jatuh ke titik terendah dan pembeli telah menempatkan cukup banyak uang muka untuk bisa mendapatkan rumah yang mereka inginkan. 

Baca Juga: Saham-saham di Asia berguguran imbas sentimen krisis energi dan Evergrande

Pada survei yang sama, semua harga rumah naik kecuali di empat kota tersebut. Bank memperingatkan bahwa kenaikan ini bisa tiba-tiba berhenti di sebagian besar pasar karena kebijakan kredit mulai melonggar di tengah pelonggaran pembatasan pandemi.

“Rata-rata, risiko gelembung meningkat selama setahun terakhir. Dan berpotensinya adanya koreksi harga di banyak kota," tulis riset itu dikutip dari Bloomberg, Jumat (15/10). 

Selain koreksi harga, adanya akses yang tak terjangkau, pinjaman hipotek yang tidak berkelanjutan dan selisih harga yang besar antara harga dan sewa, akan berpotensi menyebabkan krisis perumahan. 

Berbeda dengan krisis keuangan global 2008, kota-kota di Amerika Serikat (AS) berada di luar zona bahaya. Sebaliknya, Moskow dan Stockholm mengalami peningkatan risiko terbesar. Sementara Tokyo dan Sydney justru naik peringkatnya karena pasar perumahan berkembang pesat.

Di semua kota yang dianalisis, pertumbuhan harga meningkat menjadi 6% dalam tingkat yang disesuaikan dengan inflasi antara pertengahan 2020 dan pertengahan 2021. Ini merupakan peningkatan tertinggi dalam tujuh tahun. 

Ketika sektor rumah tangga meminjam semakin banyak uang untuk mengimbangi harga rumah, tingkat pertumbuhan hipotek yang luar biasa dan rasio utang terhadap pendapatan juga meningkat, terutama di Kanada, Hong Kong dan Australia.

IMF melihat adanya risiko penjualan yang signifikan di pasar saham dan perumahan. Mengingat, harga rumah di daerah non-perkotaan meningkat lebih cepat daripada di kota untuk pertama kalinya sejak awal 1990-an. 

Kondisi ini menjadi alasan kenapa harga rumah terus meningkat di kota-kota besar. Ditambah lagi, para pebisnis dan karyawan mempertimbangkan lokasi kantor yang fleksibel untuk bekerja. 

"Periode yang panjang dan bebas pemborosan untuk pasar perumahan perkotaan tampaknya lebih mungkin terjadi," kata laporan itu.

Selanjutnya: Krisis energi melanda sejumlah negara, apa kabar Indonesia?



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×