Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Kematian George Floyd yang memicu protes meluas di seluruh AS, telah dinyatakan sebagai pembunuhan dalam pemeriksaan resmi post-mortem atau identifikasi korban.
Seperti dikutip BBC, Selasa (2/5), laporan itu menemukan, pria berusia 46 tahun itu menderita serangan jantung ketika ditahan oleh polisi berkulit putih Minneapolis. Penyebab kematian Floyd sebagai "masalah jantung timbul dalam penangkapan dalam upaya penegakan hukum dengan menundukkan seseorang, pembatasan, dan tekanan di leher".
Pemeriksaan post-mortem resmi Floyd oleh Pemeriksa Medis di Hennepin juga mencatat bukti penyakit jantung dan penggunaan narkoba baru-baru ini. Dikatakan dia menderita serangan jantung "saat ditahan oleh seorang petugas penegak hukum" pada 25 Mei 2020 lalu.
Baca Juga: Protes sulit teratasi, polisi tembak mati pemilik resto kulit hitam di Kentucky
Temuan ini dirilis tidak lama setelah pemeriksaan pribadi yang dilakukan oleh pemeriksa medis yang disewa oleh keluarga Floyd. Laporan ini mengatakan Mr Floyd meninggal karena asfiksia (kekurangan oksigen) karena kompresi di lehernya dan juga di punggungnya. Sebuah pernyataan dari tim hukum keluarga mengatakan juga ditemukan bahwa kematian itu adalah pembunuhan.
"Penyebab kematian menurut saya adalah asfiksia, karena kompresi pada leher - yang dapat mengganggu oksigen ke otak - dan kompresi ke belakang, yang mengganggu pernapasan," ujar Dr Michael Baden, mantan medis di Kota New York yang menjadi salah satu penguji pada konferensi pers pada hari Senin (1/6).
Baca Juga: Mantan Presiden AS Obama kutuk kekerasan terhadap para demonstran
Benjamin Crump, seorang pengacara untuk keluarga Floyd, mengatakan: "Tidak diragukan lagi dia akan hidup hari ini jika bukan karena tekanan pada lehernya yang dilakukan oleh petugas Derek Chauvin dan tekanan pada tubuhnya oleh dua petugas lainnya."
Crump menambahkan: "Ambulans itu menjadi mobil jenazah Floyd."