Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Yudho Winarto
TOKYO. Dana Moneter Internasional (IMF) semakin risau terhadap aksi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pangkal keresahan adalah kebijakan proteksionisme yang kian membesar.
Deputy managing director IMF Mitsuhiro Furusawa mengatakan, kebijakan proteksionisme Trump akan berdampak negatif terhadap ekonomi Asia. "Ekonomi Asia tetap kuat dalam jangka pendek, tapi menghadapi risiko yang tinggi," ujar dia seperti dilansir Reuters, kemarin.
Furusawa menambahkan, kebijakan proteksionisme Trump juga mendorong volatilitas di pasar finansial dalam beberapa bulan mendatang. IMF menghimbau seluruh negara untuk menerapkan kebijakan suku bunga fleksibel.
IMF juga merekomendasikan negara-negara mengadopsi kebijakan makro prudensial dan mempertebal cadangan devisa untuk meredam gejolak arus dana keluar.
Di pertengahan Januari 2017, IMF mengerek pertumbuhan ekonomi AS menjadi sebesar 2,3% di tahun ini dari proyeksi sebelumnya tumbuh 2,2%. Sementara pertumbuhan di 2018 diprediksi sebesar 2,5%, naik dari proyeksi sebelumnya naik 2,1%.
Di tangan Trump, ekonomi AS diyakini bakal tumbuh lebih kuat. "Tapi negara lain masih penuh ketidakpastian," ujar Furusawa yang merupakan eks Menteri Keuangan Jepang.
Di Asia, ketahanan ekonomi China juga masih mengkhawatirkan. Tahun ini, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan China menjadi sebesar 6,5% dari sebelumnya 6,2%. Tapi, Furusawa menilai, pertumbuhan ekonomi itu masih bergantung pada stimulus.
Asal tahu saja, setelah mencabut Obamacare, kebijakan pertama Trump setelah masuk Gedung Putih yakni menarik pakta perjanjian dagang dengan 12 negara Trans Pasific Partnership (TPP). Langkah tersebut guna memproteksi para pekerja AS.
Awalnya, sikap Trump yang anti China diprediksi bakal menekan ekonomi Negeri Panda tersebut. Tapi, batalnya TPP disebut-sebut justru memperkuat posisi China yang tengah memproses pakta perdagangan TPP.
Indikator terbaru juga masih menunjukkan ekonomi China tetap stabil. Indeks manufaktur yakni Purchasing Manager's Index (PMI) China pada bulan Januari berada di level 51,3. Asal tahu saja, angka tersebut di atas ekspektasi pasar.