Sumber: Washington Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut saat ini adalah momen sulit bagi perekonomian global karena banyak negara berada di tengah perlambatan. Penyelesaian perang dagang yang ditabuh Presiden AS Donald Trump dan isu Brexit dapat memperdalam perlambatan ekonomi.
Pada 2017 saat tahun pertama Trump menjabat, 75% ekonomi dunia mengalami kenaikan. Periode tersebut merupakan momen kemakmuran yang menghasilkan salah satu tahun terbaik dalam pertumbuhan global sejak dunia keluar dari Resesi Hebat. Namun tahun ini, IMF memperkirakan 70% ekonomi global akan mengalami perlambatan.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde bilang ekonomi global telah kehilangan momentum sejak Januari lalu. "Ini adalah momen yang sulit yang mengharuskan kita untuk berhati-hati. Artinya kita tidak hanya harus menghindari salah langkah kebijakan, tetapi juga pastikan untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat," kata dia seperti dikutip Washongton Post.
Lagarde mengatakan pertumbuhan telah melambat sebagian besar karena ketegangan perdagangan dan pengetatan keuangan sejak tahun lalu. Tetapi dia mengatakan bahwa Federal Reserve AS telah berbalik arah dengan cara yang akan menguntungkan ekonomi dunia.
The Fed disebutnya tidak lagi merencanakan kenaikan suku bunga tahun ini, yang akan mengakhiri pengurangan aset seperti yang diinginkan oleh Trump dan Wall Street.
Dengan begitu, kebiasaan Trump dalam memantik konflik perdagangan dan isu Brexit disebutnya menjadi faktor utama yang akan membebani ekonomi dunia.
Dalam penelitian baru yang dirilis Rabu, IMF menemukan bahwa jika Amerika Serikat dan China menaikkan tarif sebesar 25% untuk semua barang yang diperdagangkan di antara kedua negara, ekonomi AS akan melorot antara 0,3% hingga 0,6%.
Penggerak terbesar defisit perdagangan AS dari tahun 1995 hingga 2015 adalah faktor-faktor ekonomi makro seperti fakta bahwa Amerika Serikat lebih banyak berbelanja daripada memproduksi. IMF memperkirakan defisit perdagangan AS akan semakin melebar karena stimulus fiskal dari pemotongan pajak Trump dan kenaikan pengeluaran pemerintah.
Sebagai catatan, tahun 2018 lalu mencatatkan defisit perdagangan AS terbesar untuk barang dalam sejarah negara tersebut.
Trump telah berulang kali mengatakan ia akan menggunakan tarif sebagai alat negosiasi untuk membuat China setuju untuk berhenti mencuri kekayaan intelektual negaranya dan berhenti mensubsidi begitu banyak industri.
"Sebagian besar negara melakukan subsidi, tetapi masalah dengan China lebih luas dan rumit," kata ekonom Florence Jaumotte, penulis utama studi IMF tentang perdagangan.
Para pejabat tinggi China sendiri berada di Amerika Serikat pada minggu ini untuk melakukan pembicaraan perdagangan secara lebih lanjut. Meskipun tidak jelas apakah kedua negara akan dapat mencapai kesepakatan.