Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pada tahun lalu, bisnis di seluruh dunia mulai menaikkan harga dengan kecepatan yang tidak pernah terlihat dalam beberapa dekade. Di antara ekonomi utama, satu negara terkena dampak terburuk. Negara tersebut adalah Amerika Serikat.
Melansir BBC, tingkat harga di Amerika melonjak 4,7% tahun lalu untuk basis tahunan. Menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), angka ini lebih cepat daripada negara lain di negara maju Kelompok Tujuh (G7). Di Inggris, misalnya, inflasi hanya 2,5%.
Dan pada Mei, ketika inflasi di AS mencapai 8,6%, negara itu tetap berada di posisi paling depan.
Banyak kekuatan yang mendorong terjadinya inflasi tahun lalu. Misalnya saja gangguan pasokan akibat Covid dan harga pangan yang lebih tinggi setelah badai hebat dan kekeringan merusak panen. Hal ini tidak hanya terjadi di AS.
Salah satu alasan mengapa AS bernasib lebih buruk dibanding negara lain adalah permintaan yang tinggi.
Hal tersebut didorong oleh pengeluaran besar-besaran senilai US$ 5 triliun yang disetujui pemerintah AS untuk melindungi rumah tangga dan bisnis dari goncangan ekonomi akibat pandemi.
Baca Juga: Bank Sentral AS Akan Mengerek Bunga Acuan, Bankir Kaji KenaikanSuku Bunga Kredit
Dengan melindungi keuangan keluarga, hal ini membantu orang untuk tetap membeli. Barang-barang seperti furnitur, mobil, dan elektronik mengalami lonjakan pesanan, karena pembeli mengalihkan uang yang mungkin mereka habiskan untuk restoran dan perjalanan.
Dan karena permintaan yang luar biasa tinggi bertabrakan dengan masalah pasokan yang berasal dari Covid, bisnis mulai menaikkan harga.
Sebuah studi baru-baru ini oleh Federal Reserve Bank of San Francisco menyimpulkan bahwa paket bantuan pandemi mungkin berkontribusi pada 3 poin persentase kenaikan inflasi hingga akhir tahun 2021, sebuah faktor yang menjelaskan mengapa inflasi AS melampaui negara-negara lain di dunia.
Baca Juga: Mengapa Indeks Dolar AS Terus Naik?
"Program-program ini ... adalah pemasukan likuiditas yang cukup besar ke kantong konsumen pada saat mungkin industri belum cukup siap untuk menanggapi peningkatan permintaan," kata Oscar Jorda, penasihat kebijakan senior di bank dan salah satu orang yang bekerja dalam penelitian ini, dalam sebuah wawancara di bulan Mei.
Dia menambahkan, "Mereka menandakan dorongan besar dari apa yang saya sebut inflasi akibat dorongan permintaan".
Tertinggi sejak 1981
Sebelumnya diberitakan, Indeks Harga Konsumen AS mengalami kenaikan pada bulan Mei. Kondisi ini dipicu oleh lonjakan harga bensin yang mencapai rekor tertinggi dan biaya makanan melonjak.
Melansir Reuters, tingkat inflasi AS kali ini mengarah ke kenaikan tahunan terbesar dalam hampir 40,5 tahun atau sejak 1981 silam. Ini menunjukkan bahwa Federal Reserve dapat meningkatkan kebijakan kenaikan bunga sebesar 50 basis poin hingga September untuk mengatasi inflasi.
Kenaikan tajam inflasi yang dilaporkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Jumat juga mencerminkan kenaikan sewa, terbesar sejak tahun 1990. Tekanan harga yang meluas dan berkelanjutan memaksa warga Amerika untuk mengubah kebiasaan belanja mereka.
Baca Juga: Dolar AS Semakin Kuat, Kebijakan Moneter Bisa Makin Ketat
Di sisi lain, hal ini juga meningkatkan ketakutan akan resesi langsung atau periode perlambatan ekonomi yang sangat buruk.
Sebuah survei pada hari Jumat menunjukkan sentimen konsumen mencapai rekor terendah pada awal Juni.
"The Fed sekarang percaya itu berada di belakang kurva inflasi dan harus bertindak lebih tegas," kata Sung Won Sohn, profesor keuangan dan ekonomi di Loyola Marymount University di Los Angeles.
Dia menambahkan, "Stagflasi adalah skenario yang paling mungkin untuk beberapa tahun ke depan, dengan potensi resesi meningkat."