Sumber: Yonhap,Yonhap | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat intelijen AS pada hari Rabu (14/4) mengungkapkan bahwa Korea Utara belum selesai memamerkan kekuatan rudalnya sebagai upaya untuk memicu perselisihan.
Avril Haines, Direktur Intelijen Nasional (DNI) AS, menyampaikan prediksinya tersebut kala hadir dalam Komite Intelijen Senat hari Rabu. Ia menduga sejumlah uji coba terlarang masih akan terjadi dalam waktu dekat.
Di hadapan anggota Senat, Haines mengingatkan bahwa Korea Utara bisa saja mengambil tindakan agresif dan berpotensi melahirkan ketegangan regional.
Lebih lanjut, Korea Utara diduga sedang berusaha untuk membuat perpecahan antara AS dan sekutunya, seperti Korea Selatan dan Jepang, yang aktif di regional yang sama dengan Korea Utara.
"Upaya ini bisa termasuk dimulainya kembali uji coba senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua (ICBM)," ungkap Haines, seperti dikutip Yonhap.
Dugaan pejabat tinggi intelijen AS ini bukan tanpa alasan. Beberapa waktu lalu Korea Utara memang diketahui telah melakukan uji coba dua rudal jelajah non-balistik ke Laut Kuning.
Baca Juga: PM Jepang benarkan adanya peluncuran dua rudal balistik oleh Korea Utara
Para pejabat AS mengatakan bahwa uji coba kemampuan senjata merupakan aktivitas militer yang normal. Namun meluncurkan rudal balistik melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
Pernyataan Haines ini muncul sehari setelah pihaknya merilis penilaian tahunan tentang ancaman global, termasuk prediksi uji coba senjata nuklir dan ICBM baru oleh Kim Jong Un.
"Kim mungkin mempertimbangkan apakah akan melanjutkan uji coba rudal atau nuklir jarak jauh tahun ini, dalam upaya untuk memaksa AS agar mengikuti kesepakatan yang diajukan Pyongyang," lanjut Haines.
Diketahui bahwa Korea Utara telah mempertahankan moratorium yang diberlakukan sendiri pada pengujian nuklir dan rudal jarak jauh sejak November 2017. Namun, pada tahun 2019 Korea Utara menyatakan bahwa mereka tidak lagi merasa terikat oleh pembatasan tersebut.
Berdasarkan level ancamannya, Haines mengelompokkan Korea Utara dengan tiga negara lain, yakni China, Rusia, dan Iran. Keempat negara tersebut dinilai AS sebagai ancaman utama, selevel dengan terorisme global.