Sumber: bloomberg.com | Editor: Dikky Setiawan
WASHINGTON. Pernyataan Ben Bernanke memang ibarat bubuk morfin yang bisa mengobati sekaligus memabukkan perekonomian Amerika Serikat (AS).
Kali ini, pernyataan Gubernur Bank Sentral AS atawa Federal Reserve (The Fed) itu membuat pasar obligasi di negara Adidaya tersebut 'sempoyongan'.
Sejak Ben mengungkapkan rencana The Fed mengakhiri program stimulus ekonomi AS, investor ramai-ramai melakukan pencairan (redemption) dana obligasi AS hingga sekitar US$ 60 miliar atau setara Rp 600 triliun!
Yang terbaru, Investment Company Institute (ICI) yang berbasis di Washington, mencatat, pada periode yang berakhir 26 Juni 2013, pencairan bersih (net redemption) dana obligasi AS telah mencapai US$ 28,1 miliar.
Penarikan kembali dana obligasi tersebut dilakukan investor, ketika The Fed memutuskan untuk membeli kembali obligasi negara senilai US$ 85 miliar per bulan dan mortgage securities.
Persoalannya, rencana The Fed itu diiringi oleh kenaikan yield (imbal hasil) treasuries AS (obligasi Pemerintah AS) untuk jangka waktu 10 tahun menjadi 2,5% poin dari 1,93%. Ini yang membuat investor 'kabur' dari pasar obligasi AS.
Investor ritel, yang menarik dana obligasi hingga US$ 1 triliun akibat pasar saham bergejolak sejak awal tahun 2009, mengalihkan pola investasinya pada bulan lalu untuk mengantisipasi kenaikan yield obligasi AS.
Catatan saja, jika yield obligasi AS naik, biasanya dollar AS diburu investor sebagai save haven. Kondisi ini akan memicu tingginya permintaan dollar AS meskipun perekonomian negara tersebut sedang melemah.
Pasalnya, di mata investor, dollar AS menyandang predikat sebagai save haven. Investor akan memburu dollar AS karena tingginya ekspektasi kenaikan atas suku bunga seiring tingginya yield obligasi.
"Jika suku bunga terus meningkat, saya yakin penarikan dana obligasi akan terus berlanjut," kata Brian Reid, Kepala Ekonom ICI.
Redemption terbesar sejak 2007
Penarikan dana obligasi pada pekan lalu merupakan yang terbesar sejak Januari 2007. Redemption selama empat pekan terakhir, menurut perkiraan awal, mencapai sekitar 1,7% dari total US$ 3,5 triliun dana yang mengendap di instrumen pendapatan tetap.
Data ICI menunjukkan, pada 26 Juni lalu, penarikan dana obligasi kena pajak telah mencapai US$ 20,4 miliar dan obligasi municipal (obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah negara bagian) tercatat US$ 7,68 miliar.
Obligasi dari semua jenis telah menghasilkan kerugian dalam beberapa pekan terakhir. Menurut indeks Bank of America Merrill Lynch, yield treasuries AS telah turun 2,1% dari 21 Mei sampai 2 Juli 2013. Sementara itu, obligasi berimbal hasil tinggi turun 3,5% dan obligasi korporasi AS turun 3,8% pada periode yang sama.
Investor AS tidak terbiasa kehilangan uang dalam berinvestasi di obligasi. Perusahaan sekuritas Morningstar Inc yang berbasis di Chicago mencatat, terakhir kali dana obligasi memiliki return negatif pada tahun 2008. Ketika itu, yield obligasi turun rata-rata 7,8%.
Pasar obligasi meredup
Casey, Quirk & Associates LLC, sebuah perusahaan konsultan, bulan lalu Mei memperingatkan manajer investasi yang mengandalkan obligasi bisa menghadapi masa depan yang sulit. Hal ini akibat investor mengalihkan dananya sebesar US$ 1 triliun dari investasi konvensional jenis pendapatan tetap.
"Kenaikan suku bunga telah menyebabkan investor melihat kenyataan bahwa obligasi tidak lagi jalan searah, di mana sebagian besar investasi telah dialihkan ke jenis pendapatan tetap selama lima sampai tujuh tahun terakhir," ujar Geoff Bobroff, seorang konsultan yang berbasis di East Greenwich, Rhode Island.
Perusahaan manajemen aset seperti Bill Gross Pacific Investment Management Co (Pimco) dan Jeffrey Gundlach DoubleLine Capital LP telah tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya popularitas obligasi.
DoubleLine, yang didirikan pada Desember 2009, mengelola lebih dari US$ 55 miliar per 31 Maret. Sementara itu Pimco mengawasi US$ 2 triliun, naik dua kali lipat dari dana kelolaan di 2009.
"Manajer investasi pendapatan tetap AS harus merestrukturisasi prospek bisnis mereka yang kini terancam. Klien mereka tidak siap mengambil kerugian dari investasi pendapatan tetap," ungkap Yariv Itah, analis Casey Quirk.