Sumber: Bloomberg | Editor: Dikky Setiawan
TOKYO. Japan Airlines Corp, maskapai yang paling banyak memiliki utang di kawasan Asia, kemungkinan akan mendapatkan bailout dari negara yang keempat kalinya sejak tahun 2001. Hal ini merupakan suatu kebanggaan nasional di tengah adanya kekhawatiran atas kelangsungan hidup maskapai.
"Hal itu akan menjadi peristiwa yang memalukan bagi sebuah flag carrier untuk berjuang," kata Keith McMullan, Managing Director sebuah perusahaan konsultan maskapai komersil yang berbasis di London. "Sudah hampir tak terelakkan bahwa Jepang Airlines harus mendapat bantuan bailout."
Menteri Transportasi Jepang, Seiji Maehara, mengatakan, dalam pertemuan kemarin manajemen JAL gagal meyakinkan permintaan pemerintah atau pemberi pinjaman untuk melakukan rencana restrukturisasi usaha.
Karena itu, sebuah keputusan akhir mengenai nasib JAL akan dikonsultasikan lagi dengan Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama. Maehara menambahkan, dalam konsultasi tersebut, JAL tidak diminta untuk mengajukan rencana baru.
Perdana Menteri Hatoyama sendiri kemungkinan akan menyetujui rencana penyelamatan JAL demi harga diri Jepang, seperti yang pernah melanda Swiss dan Belgia ketika maskapai nasional mereka runtuh pada tahun 2001. "JAL akan menghindari kegagalan," kata Satoshi Yuzaki, Manajer Takagi Securities Co.
Maskapai menginginkan bailout untuk memperpanjang waktu demi mengamankan investasinya dari incaran AMR Corp's American Airlines atau Delta Air Lines Inc. Selain itu, bailout juga akan digunakan untuk melakukan pemangkasan sejumlah rute besar.
Pada perdagangan kemarin pukul 9;08 di bursa Tokyo, saham JAL turun 7,6% menjadi 133 ¥ setelah sebelumnya jatuh sebanyak 16%. Maskapai yang tengah merencanakan pemangkasan 6.800 karyawannya itu, memerlukan penambahan modal kerja sebesar 150 milyar yen atau setara US$ 1,7 miliar.