Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang dan China pada Selasa (28/12) sepakat untuk membuka hotline atau saluran telepon pertahanan mulai tahun 2022. Hotline ini akan digunakan para pejabat terkait di tengah ketegangan atas pulau-pulau yang disengketakan di Laut China Timur.
Dilansir dari Kyodo, Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi dan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe memastikan, hotline ini merupakan aspek penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
"Kami mengkonfirmasikan, pembentukan hotline awal antara otoritas pertahanan Jepang dan China adalah penting. Saya menyampaikan keprihatinan serius atas aktivitas kapal Penjaga Pantai China di perairan sekitar Kepulauan Senkaku," ungkap Kishi.
Baca Juga: Anggaran Pertahanan Jepang Kembali Naik di Tahun 2022, Tembus ¥ 5,4 Triliun
Di kubu seberang, Wei mengatakan, China akan dengan tegas menjaga kedaulatan teritorialnya serta hak dan kepentingan maritimnya, termasuk terkait masalah sengketa Kepulauan Senkaku, atau oleh China disebut sebagai Kepulauan Diaoyu.
"China dan Jepang harus bersama-sama mengelola dan mengendalikan risiko, sambil berfokus pada situasi hubungan bilateral dan menjaga stabilitas di Laut China Timur," kata Wei, seperti dikutip oleh kantor Kementerian Pertahanan China.
Dalam pembicaraan tahun ini, Kishi mengatakan, hotline akan meningkatkan efisiensi mekanisme komunikasi kedua negara yang diperkenalkan pada 2018 silam. Mekanisme komunikasi khusus tersebut pada dasarnya disusun untuk menghindari bentrokan tak disengaja di laut dan di udara.
Baca Juga: Anggaran Militer AS Tahun Depan US$ 770 Miliar, Termasuk untuk Hadapi Ancaman China
Kishi menjelaskan, pembicaraan dengan China masih harus terus dilakukan karena masih ada masalah yang belum terselesaikan. Lahirnya hotline diharapkan bisa menumbuhkan saling pengertian dan kepercayaan di antara dua kekuatan ekonomi dunia tersebut.
Di kesempatan yang sama, Kishi meminta China menjelaskan lebih perinci mengenai undang-undang baru yang memberi izin para Penjaga Pantai untuk mengangkat senjata dalam menghadapi kapal asing yang dianggap memasuki perairan China secara ilegal.
Undang-undang kontroversial itu jelas membuat Jepang khawatir, mengingat nelayan Jepang cukup sering melaut di sekitar Senkaku yang juga terus dikawal oleh China.