Sumber: Harian KONTAN, 19 Januari 2012 | Editor: Catur Ari
Ide Kevin Plank memulai bisnis sangatlah sederhana. Dia mencintai olah raga football Amerika. Iseng, ia mencari pakaian yang tetap ringan setelah berkeringat dan ternyata belum ada. Berbendera Under Armour Inc. Plank lalu menawarkan kebutuhan pakaian olah raga berbahan lycra. Kesuksesannya membaca pasar mengantar dia menjadi orang ketiga terkaya di Amerika berusia di bawah 40 tahun versi Forbes. Total kekayaan bersih Plank tercatat US$ 1,05 miliar.
Perjalanan Kevin Plank dalam membesarkan merek Under Armour seperti kisah seekor semut yang mencoba menggigit gajah. Bagaimana tidak, di tengah dominasi dua raksasa perusahaan apperal olah raga yang selama bertahun-tahun tak tergoyahkan Nike dan Adidas, Plank memilih menceburkan diri pada bisnis tersebut.
Berkat kepercayaan dirinya yang tinggi, kini Under Amour menjelma menjadi kompetitor yang harus diperhitungkan kedua perusahaan raksasa tersebut.
Maklum, seperti dikutip dari Forbes, rata-rata tiap tahun, bisnis Under Armour bisa tumbuh hingga 50%. Beberapa analis Amerika Serikat (AS) percaya bahwa Under Armour kini menjadi perusahaan ritel produsen olah raga terbesar keempat di Amerika, di belakang Nike, Adidas dan Colombia.
Kesuksesan Plank dalam berbisnis berasal dari ide yang sederhana. Ia tidak menyukai pakaian olah raga berbahan katun yang menyerap air dan keringat.
Pakaian itu akan berat di badan dan suhu tubuh atlet tidak terjaga sehingga membuat performa atlet tak maksimal. Dan, pada awal tahun 90-an hampir semua pakaian olahraga menggunakan katun.
Kesuksesan Plank juga berasal dari kecintaanya pada olahraga football Amerika. Melalui olahraga ini, dia sempat berkenalan dengan Ryan Wood, pemain andalan Arizona State University dan Kip Fulks, teman sejawatnya Universitas Maryland.
Kedua pemain ini menjadi salah satu ikon Under Armour. Plank juga sempat menjadi kapten tim Football Maryland.
Faktor lainnya, kepiawaian Plank dalam berpromosi dan memilih target pasar. Jeff Mintz, wakil presiden penelitian untuk sepatu dan pakaian olahraga & barang di Wedbush Morgan Securities mengatakan, kesenjangan generasi telah menjadi strategi ampuh bagi Under Armour.
Under Armour berhasil mengejar pasar anak muda. "Mereka telah membuat persepsi bahwa Under Armour adalah merek generasi muda dan Nike adalah merek untuk ayah anda." kata Mintz, seperti dikutip dari laman sportsillustrated, CNN.
Kecintaan anak muda terhadap produk Under Amour juga tergambar dari usia pekerja di perusahaan ini. Banyak juga atlet muda yang ikut bergabung. Rata-rata usia karyawan di Under Amour adalah 30 tahun.
Kesuksesan Plank tergambar dari kinerja Under Armour. Pada tahun pertama berdiri, penjualan Under Armour hanya US$ 17.000 per tahun dengan mempekerjakan satu karyawan. Kini, perusahaan mencetak penjualan lebih dari US$ 500 juta per tahun, dengan 2.000 karyawan.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, laba bersih Under Armour kuartal III tahun lalu mencapai US$ 46 juta naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 35 juta.
Plank juga memindahkan kantor pusatnya dari basement rumah petak neneknya di Georgetown, Washington DC ke Baltimore, Maryland yang memiliki luas lebih dari 5 hektare. Under Armour juga sudah memiliki kantor perwakilan di seluruh dunia termasuk Denver, Toronto, Hongkong dan London.
Selain apperal, Under Armour juga mengembangkan diri ke divisi pakaian olah raga wanita dan sepatu. Tercatat tahun 2006, Under Armour memiliki 8.000 outlets, dibandingkan 500 gerai di 2000.
Pesatnya bisnis Under Armour dan semakin ketatnya persaingan perusahaan apperal internasional juga telah memunculkan rumor.
Tahun lalu, The London Times melaporkan Nike berniat untuk mengakuisisi Under Armour dengan tawaran US$ 100 per saham. Isu ini dipicu masuknya Plank dalam bisnis peternakan dan balapan kuda dengan membeli Sagamore Farms di Baltimore.
(Bersambung)